Pengembangan SDM di Pesantren Mahasiswa


Untuk menghindari kekaburan pemahaman atau ketidakjelasan pada pembahasan ini, terlebih dahulu penulis jelaskan tentang pengertian strategi pesantren dalam mengembangkan sumber daya manusia. Adapun pengertian tersebut adalah berdasarkan pada definisi operasional yaitu sebagai berikut :
1. Strategi adalah ”prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada pelbagai tahap atau langkah untuk mencapai sesuatu (Soejono Soekamto, 1983: 484).
2. Pesantren mahasiswa adalah berasal dari kata ”pesantren” dan ”mahasiswa” adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang memberikan pengajaran agama pada santri yang berstatus mahasiswa dengan sistem asrama (pondok) dan di bawah pengasuhan seorang kyai.
3. Pengembangan sumber daya manusia adalah suatu usaha untuk memperbesar produksi seseorang, baik dalam pekerjaan, seni maupun kegiatan yang lain yang dapat memperbaiki hidup bagi diri sendiri atau orang lain.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil sebuah pengertian tentang Strategi Pesantren Mahasiswa dalam Mengembangkan Sumber Daya Manusia adalah suatu prosedur, cara atau langkah yang memiliki alternatif yang dilakukan oleh Pesantren Mahasiswa dalam usaha memperbesar berproduksi seseorang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka yang penulis maksud dengan Sumber Daya Manusia di sini adalah sumber daya yang dimiliki oleh santri mahasiswa. Jadi tegasnya pengertian dari Strategi Pesantren Mahasiswa dalam Mengembangkan Sumber Daya Manusia adalah upaya, cara atau langkah yang mempunyai alternatif-alternatif yang dilakukan oleh pesantren mahasiswa dalam mengembangkan sumber daya manusia di pesantrennya (sumber daya santri).

Adapun pesantren mahasiswa dalam mengembangkan sumber daya manusia, antara lain :
1. Pembentukan Kepribadian
Agama Islam menghendaki pribadi-pribadi muslim yang Islam yakni bertindak, berbuat, bertingkah laku, bersikap, dan bertanggungjawab sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan Marimba yaitu: “Kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, baik bertingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya maupun falsafah hidupnya dan kepercayaannya menunjukkan pengabdiannya kepada Tuhan, menyerahkan diri kepada-Nya (Sidi Gazalba, 1970: 30).”

Dengan maksud yang sama, Sidi Gazalba mengemukakan bahwa: ”Secara sederhana dapatlah dirumuskan bahwa kepribadian Islam itu berbentuk Takwa atau terperinci dalam iman dan amal shaleh itulah bentuk kepribadian Islam dan orang yang beriman dan beramal shaleh itulah yang bertakwa (Ahmad D. Marimba, 1987: 28).”

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian Islam itu adalah kepribadian yang memiliki nilai-nilai ajaran Islam. Manusia yang berkepribadian muslim akan terlihat dari tingkah laku, keyakinan, amal ibadahnya, karena dalam ajaran Islam semuanya itu sudah ditetapkan atau sudah disyari’ahkan.

Kepribadian seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui proses yang panjang dan bertahap. Sehubungan dengan hal ini Ahmad D. Marimba (1987: 59) mengemukakan bahwa proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga tahap yaitu:
a. Pembiasaan.
b. Pembentukan pengertian, sikap, dan minat.
c. Pembentukan kerohanian yang luhur.
Ketiga tahap tersebut merupakan mata rantai yang saling mempengaruhi, sehingga keseluruhan proses pembentukan kepribadian tersebut mampu membentuk kepribadian yang utuh.
Adapun upaya pembentukan kepribadian sebagai salah satu strategi pesantren mahasiswa dalam mengembangkan SDM yang dapat dilakukan melalui:
a. Penanaman ketauhidan
Yaitu pembinaan yang dilakukan pesantren di bidang aqidah atau teologis agar santri mempunyai fundamen keimanan yang kuat, kokoh, dan memiliki pengangan hidup serta keyakinan yang mantab, sehingga santri sanggup menghadapi tantangan yang menjerumuskan dirinya pada kemurtadan dan kemusyrikan. M. Dawam Rahardjo (1974: 3) memaparkan bahwa: “Ilmu Tauhid yang diajarkan pesantren adalah ilmu yang operasional, yang harus dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari, yang tujuannya adalah memberi dasar pegangan keyakinan hidup supaya orang sadar dan mengetahui asal usul kejadian alam dan peranannya, yakni tujuan untuk apa manusia hidup. Sikap tauhid itu juga harus dicerminkan dalam akhlak atau norma-norma tingkah laku serta budi pekerti dalam pergaulan sosial.”

Pendapat diatas menggambarkan bahwa ilmu tauhid yang diperoleh di pesantren itu amat besar manfaat dan pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Ilmu yang didapat di pesantren tidak hanya dipelajari saja tetapi lebih luas lagi dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, yakni selain diwujudkan dalam hubungan dengan Allah, juga diwujudkan dalam hubungannya dengan sesama manusia.

Melalui penanaman ketauhidan ini, pesantren telah membantu terbentuknya kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam, kepribadian yang kuat sebagai landasan manusia yang berkualitas yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana pendapat Nurcholis Madjid (1995: 99) yaitu karena dasar keimanan dan ketakwaan itulah maka SDM Indonesia bekerja tidak dengan keyakinan keliru bahkan kebahagiaan sebagai manusia utuh terletak dalam ekspediensi fisik dan material, tetapi dalam peningkatan kualitas jiwa dan rohani. Dengan begitu ia tidak tersesat masuk ke dalam sikap-sikap mementingkan diri sendiri dan memenuhi keinginan rendah diri sendiri.

b. Peningkatan ibadah
Dalam Islam ibadahlah yang memberikan latihan rohani yang diperlukan manusia, baik ibadah yang bersifat wajib maupun yang bersifat sunnah. Ibadah-ibadah tersebut adalah sarana manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengabdi yang baik dan dilakukan dengan ikhlas semata-mata mengharap ridla dari Allah SWT. Segala amal perbuatan manusia yang baik dan dilakukan dengan ikhlas hanya mengharap ridla dari Allah adalah dinilai ibadah. Dengan demikian ibadah itu tidak terbatas pada shalat, zakat, pasa, dan haji saja sebagaimana pendapat sebagian orang selama ini.

Peningkatan ibadah di pesantren dimaksudkan untuk menciptakan suasana yang agamis disamping mengharap ridla Allah. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh K.H. Hasyim Muzadi (1992: 1) bahwa “dalam pesantren diharapkan tercipta suasana keagamaan, pengkajian keagamaan dan pengalamannya sekaligus. Apabila telah tercipta lingkungan/suasana yang agamis akan memotivasi santri untuk selalu menjalani hidupnya sesuai dengan ajaran agama Islam, sehingga santri benar-benar memiliki kepribadian yang baik atau kepribadian Muslim.
Allah SWT. telah menyerukan umatnya untuk memperbanyak amal kebajikan yang baik (ibadah) dalam Al- Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 148 yang berbunyi :

….. فاستبقوا الخيرات …..

Artinya: “Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) suatu kebajikan.”

Di samping itu Allah juga menjanjikan balasan yang setimpal sesuai amal ibadah yang dilakukan hambanya, sebagaimana firman-Nya dalam surat Fushshilat ayat 46, yaitu:

من عمل صالحا فلنفسه ومن أساء فعليها وما ربك بظلام للعبيد Ộ

Artinya: “ Barang siapa mengerjakan amal shaleh maka pahalanya untuk dirinya, dan barang siapa yang berbuat jahat maka dosanya atas dirinya, dan sekali-sekali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hambanya.”

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa peningkatan ibadah itu tidak hanya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia itu tidak hanya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas bagi pembangunan bangsa, tetapi juga kebutuhan manusia sebagai hamba Allah untuk mendapatkan keridlaan-Nya di dunia dan akhirat.

c. Pembinaan akhlakul karimah
Akhlak seseorang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia, karena kejayaan dan kemuliaan manusia di muka bumi ini tergantung dari akhlak mereka. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan pula oleh Rachmat Djatmiko (1966: 92), yaitu: “Karena pentingnya kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia ini, maka misi (risalah) Rasulullah SAW. itu sendiri adalah keseluruhan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Pengakuan beliau ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW.:

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
( رواه البخارى والحاكم والبيحاقى )

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah SAW. telah bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Hakim, dan Baihaqi)
Pembinaan akhlak dalam pesantren bertujuan agar santri memiliki akhlak yang terpuji sesuai dengan ajaran Islam yang ditauladani oleh Rasulullah SAW., dan merupakan dasar moral untuk mengantarkan santri agar memiliki pribadi yang luhur.

d. Pendisiplinan diri
Aspek pendisiplinan diri perlu di bina di pesantren karena dengan disiplin segala aktivitas akan dapat berjalan dengan baik dan tertib. Sikap disiplin bisa mempengaruhi pola perilaku santri dalam kehidupan sehari-hari yang akhirnya dapat membentuk kebiasaan. Kebiasaan ini dapat dibentuk dengan berbagai cara berdasarkan kondisi dan kebutuhan pesantren, misalnya dengan diadakan peraturan atau tata tertib bagi santri. Sejalan dengan ini M. Saleh Widodo mengatakan: “Dalam pesantren ini, kehidupan diatur menurut sebuah peraturan tata tertib. Sejak mulai bangun tidur, para santri dididik untuk mengikuti peraturan jam bangun, agar bisa mengikuti shalat subuh di masjid secara berjama’ah, sampai waktu tidur yang ditentukan pada jam sebelas malam.”

Pendapat ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW. sebagai berikut:

عن عا ئشة رضى الله عنها قالت أن النبى صلى الله عليه وسلم دخـل عليها وعندها امراة فقال من هذه قالت فلانة تذكر من صلاتها قال مه عليكم بما تطيقون فو الله لا يمـل الله حتى تمـلوا وكان أحب الدين إليـه مادوام عليه صاحبه (رواه البخارى)

Artinya: “Dari Aisyah ra berkata: bahwasanya Nabi Muhammad SAW. masuk ke rumah Aisyah dan di sisi Aisyah ada seorang wanita lalu bertanya: ”Siapakah wanita itu?” Aisyah menjawab:” Dia adalah fulanah yang terkenal karena shalatnya”. Beliau bersabda:”Janganlah begitu, lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian, demi Allah, Allah tak akan jemu, sehingga kalian yang jemu untuk berbuat amal, dan amal agama yang paling dicinta di sisi Allah adalah amal yang dilakukan secara terus menerus dan tertib.” (HR. Bukhori)
Sebagai santri dianjurkan mengikuti tata tertib yang ada atau yang telah ditetapkan pesantren dan apabila santri melakukan pelanggaran maka dia selayaknya menerima sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Pemberian peraturan dan sanksi ini diharapkan dapat menambah sikap disiplin santri, terutama disiplin waktu, disiplin ibadah, dan disiplin kerja. Hal ini telah disuriteladani oleh Rasulullah SAW. dalam kehidupan sehari-hari beliau, dan salah satunya adalah disiplin waktu.

Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad SAW.:

عن ابن مسعود رضى الله عنه أن رجلا سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم : أى الأعمال أفضـل ؟ قال الصلاة لوقـتها وبر الوالدين ثم الجهاد فى سبيل الله ( رواه البخارى )

Artinya: ”Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasanya ada orang bertanya kepada Rasulullah SAW.: “Amal yang bagaimanakah yang paling utama?” Beliau menjawab:”Sholatlah tepat pada waktunya, berbakti kepada kedua orang tua, dan berjuang di jalan Allah.” (H.R. Bukhori) (Muhammad bin Ismail Al Kahlani, Subulus Salam, Juz I, 1960: 116)

2. Pengembangan Wawasan Intelektual
Sejalan dengan dinamika dan perkembangan zaman yang semakin kompleks banyak membawa tuntutan dan tantangan bagi manusia. Dalam hal ini pesantren merasa terpanggil untuk ikut mengantisipasi tuntutan dan tantangan tersebut. Adapun salah satu tuntutan itu adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan untuk mencapai atau menuju ke sana dibutuhkan wawasan intelektual yang luas. Pesantren berupaya untuk mengembangkan wawasan intelektual santrinya, tidak hanya terbatas pada wawasan keagamaan saja melainkan juga wawasan keilmuan yang lainnya.

M. Yusuf Hasyim mengatakan bahwa: “Dalam rangka memenuhi tuntutan-tuntutan perkembangan dan tantangan masa depan, pesantren yang telah mencapai tingkat tertentu dan menjadi panutan, perlu melangkah lebih maju dengan antara lain: dibentuknya kelompok-kelompok kajian yang secara khusus mendiskusikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, dan kelompok ini diusahakan justru muncul dari kalangan santri atau siswa. Karena merekalah yang nantinya diharapkan jadi motivator pembangunan ketika telah selesai dari studinya di pesantren.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengembangkan wawasan intelektual santri bisa dengan cara membentuk kelompok-kelompok kajian, diskusi masalah agama, sosial, yang sesuai dengan perkembangan-perkembangan dan kebutuhan zamannya. Dengan demikian potensi-potensi/kemampuan intelektual yang dimiliki santri dapat dikembangkan di pesantren.

3. Pengembangan Keterampilan
Yaitu pemberian pelajaran kepada santri tentang hal-hal yang berkenaan dengan ketrampilan. Potensi dasar yang dimiliki santri perlu dikembangkan dalam rangka menyiapkan santri untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Pembinaan ketrampilan ini mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Abdul Rahman Shaleh (1985: 50) memaparkan: “Sesuai dengan tujuan penyelenggaraan komponen kegiatan pendidikan ketrampilan kejuruan di pondok yaitu untuk memberikan bekal pengetahuan ketrampilan yang praktis pada santri di samping pengetahuan agama. Supaya para santri yang terjun ke masyarakat terutama yang putus sekolah (putus pendidikan) dapat hidup di tengah-tengah masyarakat secara wajar serta dapat pula menyumbangkan partisipasinya dalam membangun masyarakat lingkungan di mana ia bertempat tinggal.”

Sejalan dengan pendapat di atas, Edwar mengatakan bahwa: “Pendidikan ketrampilan juga ditujukan untuk membuat keseimbangan antara perkembangan rohani dan perkembangan jasmani, keseimbangan antara pendidikan dalam ruangan dengan pendidikan di lapangan.”
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan ketrampilan dapat mengembangkan kreativitas dan produktivitas yang dimiliki santri yang merupakan bagian dari sumber daya manusia.

Upaya pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan oleh pesantren merupakan wujud atau bukti keikutsertaan pesantren sendiri dalam memikirkan generasi yang siap pakai bagi masa depan pembangunan bangsa. Sedangkan masa depan pembangunan bangsa ini akan ditentukan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia. Kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat diambil manfaatnya jika ada sumber daya manusia yang berkualitas unggul. Hal ini sangat berkaitan dengan upaya yang dilakukan pesantren dalam mengembangkan diri. A. Hanif Zubairi (1992: 56) berpendapat: “Kehadiran pesantren hingga sekarang ini tetap menampakkan peranannya secara eksistensial, khususnya di masyarakat pedesaan. Melalui kelebihan-kelebihan yang dimiliki para Kyai terutama dalam hal moralitas, keshalihan, dan sportivitasnya pesantrenyang sudah dapat diterima masyarakat, dan untuk mensisialisasikan program-programnya, yang tidak hanya terbatas dalam bidang keagamaan saja, tetapi dapat diperluas dalam bidang-bidang lain.

Dengan strategi yang dilakukan pesantren tersebut di atas dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia, diharapkan akan terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu santri yang berguna bagi agama, masyarakat, dan bangsa. Landasan IPTEK, landasan IMTAK dan juga keterampilan adalah perwujudan strategi pengembangan sumber daya manusia di pesantren.

Untuk Daftar Rujukan Silakan Klik DI SINI


Dipublikasikan Oleh:

M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com

1 comments
  1. Aqliyah Islamiyah adalah pola berfikir atas dasar Islam, yaitu hanya menjadikan Islam sebagai tolok ukur universal bagi pemikiran-pemikirannya tentang kehidupan. Sedangkan Nafsiyah Islamiyah adalah pola sikap yang menjadikan seluruh kecenderungannya atas dasar Islam, yaitu hanya menjadikan Islam sebagai satu-satunya tolok ukur universal pada saat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Tinggalkan komentar