Arsip

Hewan/Tanaman

Pada awalnya ayam pelung terdapat di daerah Jawa Barat, terutama didaerah Cianjur. Namun pada perkembangannya saat ini, ayam pelung sudah banyak tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Ayam pelung itu sendiri termasuk jenis ayam buras (bukan ras), yaitu ayam yang berasaldari asli Indonesia. Dari bentuknya hampir sama dengan ayam buras lainnya, hanya saja pada ayam pelung terdapat beberapa kelebihan ayam pelung yang membedakan ayam pelung tersebut dengan ayam buras lain.

Sejarah Ayam Pelung

Ada dua pendapat yang menyatakan tentang asal muasal dari ayam pelung ini.

Pertama, ayam pelung mulai dipelihara dan dikembang biakan pada tahun 1850 oleh seorang Kiai bernama H. Djarkasih, seorang penduduk Desa Bunikasih, Kecamatan Warung Kondang. Suatu ketika ia bermimpi bertemu dengan Eyang Suryakancana, yang merupakan putera Bupati Cianjur pertama. Dalam mimpi tersebut H. Djarkasih disuruh Eyang Suryakancana mengambil seekor ayam jantan yang disimpan di suatu tempat. Keesokan harinya saat sedang mencangkul di kebun, ia menemukan seekor anak ayam jantan yang besar dan tinggi. Kemudian ayam itu dipelihara dan setahun kemudian kokoknya terdengar enak dan berirama merdu.
Pendapat yang kedua, menyatakan bahwa pada 1940 seorang penduduk Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang yang bernama H. Kosim sedang bertamu kepada Gurunya. Saat itulah ia melihat seekor ayam betina sedang bersama anak-anaknya. Salah satu anak ayam tersebut terlihat berbeda, terlihat lebih besar, tinggi dan berbulu jarang. Kemudian ayam tersebut dipelihara dan dirawat dengan baik sehingga menghasilkan suara yang merdu.
Kini ayam pelung sudah banyak dikembangbiakkan di daerah pedesaan di Cianjur. Untuk mendapatkan bibit ayam ini bisa datang ke Kecamatan Warungkondang, Pacet, Cugenang, Cianjur dan Cempaka. Sedangkan untuk mendapatkan ayam pelung yang sudah menghasilkan suara bagus, Anda harus merogoh kocek lumayan besar, karena harganya bisa mencapai 10-20 juta per ekor. Sedangkan untuk ayam betinanya yang masih berproduksi bernilai 500 ribu sampai 800 ribu. Harga yang tidak murah bila dibandingkan dengan ayam biasa. Tapi bagi yang hobi dan mencintai keunikan, harga ayam pelung ini sudah sebanding dengan kelebihannya.
Kelebihan Ayam Pelung

Kelebihan – Kelebihan ayam pelung antara lain sebagai berikut :

1. Postur badan yang besar
Ayam pelung merupakan jenis ayam buras yang paling besar bobotnya bila dibanding ayam buras lain. Ayam pelung jantan dewasa bisa mencapai bobot 5 – 6kg/ekor, sedang ayam pelung betina maximum bisa mencapai
3,5kg/ekor. Besarnya pertumbuhan bobot ayam pelung ini menjadikan ayam pelung juga berpotensi sebagai ayam buras pedaging.
2. Perkembangan Ayam lebih Cepat

Bila dibanding dengan ayam buras lain, pertumbuhan ayam pelung lebih cepat besar, hal ini karena ayam pelung memiliki postur tubuh yang besar, sehingga perkembangan ayam pelung dari mulai anakan hingga ayam pelung dewasa akan lebih cepat besar.

3. Suara berkokok yang berlagu dan panjang
Yang paling menarik dari ayam pelung adalah suara berkokoknya yang khas yaitu, berirama/berlagu dan panjang. Ayam pelung yang berkwalitas mempunyai suara yang tidak sekedar panjang, akan tetapi suara kokok
ayam pelung yang mengalun panjang dengan berirama/berlagu seperti
ketukan bunyi burung perkutut.
Ciri-Ciri Ayam Pelung

Badan
Postur badan ayam pelung besar, tagap dan kokoh
Kaki
Biasanya kaki ayam pelung lebih besar dan berwarna hitam kebiru-biruan
Bulu
Bulu pada ayam pelung terlihat lebih mengkilap, dan untuk warnA pada bulu ayam pelung tidak memiliki warna yang khas, pada umumnya warna ayam pelung yaitu campuran antara hitam dan merah ataupun campuran antara kuning dan putih ataupun campuran hijau.
Pial
Pial pada ayam pelung besar, bulat dan berwarna kemerahan
Jengger

Ayam pelung memiliki jengger dengan jenis jengger tunggal, bentuk jengger ayam pelung besar, tebal dan tegak, meskipun ada sebagian ayam pelung yang juga memiliki jengger miring, dan warna jengger ayam pelung adalah merah.

Suara

Suara berkokok pada ayam pelung lebih berirama/berlagu dan lebih panjang dari suara ayam buras lain.

Kandang Ayam Pelung

Ayam pelung pedaging pada umumnya dipelihara secara intensif, yaitu ayam selalu dikandangkan. Adapun syarat-syarat kandang yang baik adalah :

Dinding kandang dapat terbuat dari papan, bilah bambo, ram kawat. Dinding kandang tidak perlu rapat, hal ini dimaksudkan untuk keleluasaan pertukaran / sirkulasi udara dalam kandang.
Arah kandang membujur timur- barat. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu kepanasan , tetapi pagi hari masih dapat memperoleh sinar matahari.
Tinggi tiang tengah ke atap minimal 3 meter dan tiang tepi minimal 2 meter.
Atap kandang dirancang sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk melindungi bangunan beserta isinya dari hujan, panas matahari atau angin.
Bentuk atap kandang biasanya :
Miring dan kedua sisi miring
Monitor dan semi monitor

Namun demikian atap monitor dan semi monitor merupakan bentuk atap yang sering digunakan di Indonesia dengan tujuan agar sirkulasi udara kandang lebih lancar. Tetapi untuk kondisi di negara Indonesia yang merupakan negara tropik maka tipe kandang yang paling sesuai adalah tipe terbuka (open house), dengan menggunakan sistim kandang litter atau slat

Kontes Ayam Pelung

untuk menumbuhkan rasa kecintaan dalam membudidayakan ayam pelung adalah dengan diadakannya kontes – kontes ayam pelung , terutama di daerah Jawa Barat. Diadakannya kontes ayam pelung, selain sebagai sarana untuk melestarikan ayam pelung juga untuk mencari bibit – bibit ayam pelung yang berkwalitas. Sekarang ini sangat sulit menemukan bibit ayam pelung dengan suara berkokok yang bening, mengalun berirama/berlagu dan panjang. Kebanyakan ayam pelung sekarang bersuara panjang namun tidak berlagu dan suaranya pun juga tidak melengkung bening. Oleh karena itu perlu adanya kontes ayam pelung supaya bisa menemukan bibit –bibit ayam pelung yang tidak hanya bagus postur tubuhnya tapi juga suara berkokok ayam pelung yang mengalun berirama/berlagu dan panjang.
Peluang Bisnis

BERTERNAK dan Budidaya ayam pelung,cukup menjanjikan untung. Sepasang ayam yang masih kecil, berumur satu bulan bisa laku antara Rp 40.000 sampai Rp 50.000, berusia dua bulan Rp 75.000 sampai Rp 100.000, tiga bulan hingga enam bulan Rp 100.000 sampai Rp 300.000.

Ketika menginjak umur tujuh bulan, saat ayam mulai berkokok dijual per ekor antara Rp 100.000 sampai Rp 400.000. Dan, lebih dewasa lagi, kalau suaranya bagus bisa laku Rp 1 juta/ ekor.

sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=10885100

Istilah zat pengatur tumbuh mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa buatan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Nama senyawa tersebut dapat pula menyetakan kegiatan fisiologisnya seperti zat tumbuh daun, zat tumbuh akar dan sebagainya (Heddy, 1986).

Golongan dari zat-zat yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan cara memuaskan disebut pengatur pertumbuhan. Dimana zat organik ini mempunyai keaktifannya jauh berlipat dibandingkan dengan konsentrasinya, hanya dalam jumlah kecil mempunyai daya pengaruh fisiologis yang besar (Harjadi, 1986).

Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman adalam memperbaiki sistem perakaran, meningkatnya penyerapan unsur hara dari tanah, menambah aktivitas enzim, menambah jumlah klorofil dan meningkatkan fotosintesa, memperbanyak percabangan, menambah jumlah kuncup dan bunga serta mencegah gugurnya bunga dan buah kemudian meningkatkan hasil panen (Anonymous, 1986).

Dwidjoseputro (1983) menyatakan bahwa, zat pengatur tumbuh berperan terhadap proses fisiologi dan biokimia tanaman. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa yang terdiri-dari senyawa aromatik yang bersifat asam. Dalam pemberiannya harus diperhatikan kosentrasi yang digunakan., jika kosentrasinya terlalu tinggi dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman.

Menurut Harun Al Rasyid dan Sumarno (1985), setiap tanaman yang akan distimulir pertumbuhan dalam menerima rangsangan terhadap zat pengatur tumbuh sintetik yang berbeda-beda, pada kosentrasi yang terlalu rendah kurang berperan sebagaimana mestinya, sedangkan pada kosentrasi yang terlalu tinggi akan bersifat racun bagi tanaman.
Dewasa ini penggunaan zat pengatur tumbuh maju dengan pesat, terbukti dengan semakin banyaknya produk-produk yang dihasilkan. Sebutan untuk zat pemacu pertumbuhan tanaman bermacam-macam, ada yang menyebut dengan sebutan pengatur zat tumbuh, zat pengatur tumbuh, perangsang pertumbuhan, pengatur pertumbuhan tanaman, hormon tumbuh, stimulan dan lain-lain (Lingga, 1986).

Selanjutnya Lingga (1986) menyatakan bahwa, mekanisme penggunaan zat pengatur tumbuh dapat dilakukan dengan menyemprotkan ke daun, tetapi dapat juga mencelupkan bibit (akar) kedalam larutan zat pengatur tumbuh tersebut. Kemudian Dwidjoseputro (1983) menambahkan bahwa, dalam pemberian zat pengatur tumbuh harus diperhatikan konsentrasi yang tepat akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, sebaliknya jika berlebihan akan menghambat atau mematikan tanaman.

Zat pengatur tumbuh Atonik merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang beredar di pasaran. Zat pengetur tumbuh ini dapat meningkatkan proses fotosintesis, meningkatkan sintesis protein dan juga meningkatkan daya serap unsur hara dari dalam tanah (Anonymous, tt).

Zat pengatur tumbuh Atonik mengandung bahan aktif triakontanol, yang umumnya berfungsi mendorong pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman (Kusumo, 1984).
Selanjutnya Lingga (1986) menyatakan, Atonik dapat juga untuk meningkatkan hasil atau produksi, mutu, warna, kandungan vitamin dan menciptakan buah matang seragam serta menciptakan daya tahan terhadap serangan hama.

Atonik merupakan zat pengatur tumbuh yang berbentuk cairan berwarna kecoklatan. Zat pengatur tumbuh Atonik diproduksi oleh PT. Mastalin Mandiri, Jakarta. Adapun konsentrasi anjuran adalah 2 cc/l air (Anonymous, 1986).

Pupuk Urea adalah salah satu pupuk buatan dengan rumus kimianya CO (NH2)2. Pupuk Urea mengandung 45% N, yang berbentuk kristal putih. Pupuk ini juga terdapat dalam bentuk tepung terdiri dari hablur-hablur berjarum atau berprisma dan berbentuk butiran dengan diameter 1 – 3 mm (Soegiman, 1976).

Pupuk Urea bersifat higroskofis, mulai menarik uap air pada kelembaban nisbi udara 73% (Hardjowigeno, 1987). Unsur Nitrogen yang terkandung dalam Urea dapat langsung tersedia bagi tanah dan Urea kurang mempengaruhi derajat keasaman tanah (Jacob dan Uex Kull, 1972). Bila Urea diberikan ke dalam tanah proses hidrolisa cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap menjadi amoniak.

Nitrogen tanah secara umum dapat dibagi dalam dua bentuk yaitu organik dan anorganik. Bentuk organik merupakan bagian terbesar, bentuk anorganik dapat berbentuk NH44, NO2-, NO3-, N2O dan NO. Sedangkan gas N2 hanya dapat dimanfaatkan oleh bakteri Rhizobium (Hakim et al, 1986).

Tanaman menyerap Nitrogen dalam bentuk NH4+ dan NO3-, ion-ion ini dalam tanah berasal dari pupuk yang ditambahkan serta dekomposisi bahan organik. Sehingga dekomposisi bahan organik merupakan sumber utama nitrogen dalam tanah dan dapat juga berasal dari air atau air irigasi (Hakim et al, 1986).

Pada umumnya ketersediaan hara untuk tanaman dalam tanah relatif rendah walaupun kadang-kadang jumlahnya cukup tinggi. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri-ciri tanah serta ciri-ciri dari unsur hara itu sendiri. Faktor tanah yang mempengaruhi ketersediaan nitrogen dalam tanah adalah bahan organik, kemasaman tanah dan tipe liat.

Nitrogen merupakan unsur hara utama yang sangat diperlukan tanaman, terutama dalam pembentukan butir-butir hijau daun dan senyawa lainnya dalam tubuh tanaman. Sarief (1986) menyatakan bahwa, unsur nitrogen berpengaruh dalam pertumbuhan bibit terutama dalam pertumbuhan vegetatif yang mencakup pertumbuhan akar, batang dan daun.
Menurut Rinsema (1989), peranan nitrogen adalah sebagai unsur pembangun protoplasma dalam sel, juga merupakan unsur penting pada proses pembentukan protein. Nitrogen diserap tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dan dijumpai hampir diseluruh bagian tanaman. Jika nitrogen tersedia secara berlebihan, maka daun tanaman menjadi tebal dan berwarna hijau tua. Apabila tanaman kekurangan nitrogen mengakibatkan daun-daun menguning, pertumbuhan kurang sempurna, tanaman kerdil, percabangan kurang, perakaran lemah dan apabila berlanjut daun-daun menjadi gugur dan akhirnya mati (Dwijoseputro, 1983).

Bibit kakao sebagai bahan tanaman kakao dapat dibiakkan dengan biji, okulasi, cangkok dan stek, yang biasa digunakan adalah dengan biji, okulasi dan stek (Ginting, 1975).

Untuk mendapatkan bahan tanam yang sehat dan jagur benih yang digunakan sebaiknya digunakan dari pohon induk terpilih yang telah teruji kualitasnya. Biji yang digunakan untuk benih dari buah yang tua pada bagian tengah buah, yakni 2/3 bagian dari untaian biji. Biji bagian pangkal dan ujung tidak diikutsertakan sebagai bahan tanam (Siregar et al., 1989).

Pembibitan tanaman kakao umumnya dilakukan dalam kantong plastik (polybag). Sebelum dipindahkan ke dalam polybag terlebih dahulu biji-biji tersebut dikecambahkan dalam bedengan persemaian. Benih yang didederkan pada persemaian dalam keadaan tegak, dimana ujung biji tempat tumbuh radikula ditegakkan di sebelah bawah. Jika keadaan lingkungan mendukung pertumbuhan benih, maka benih tersebut akan berkecambah pada umur 4 – 5 hari setelah pedederan, tetapi biji yang belum berkecambah masih dapat dibiarkan selama 2 – 3 hari sebelum dibuang sebagai biji apkir bagi yang tidak tumbuh (Siregar et al., 1989).

Stadia kecambah yang baik untuk dipindahkan ke polybag adalah kecambah yang keping bijinya belum terbuka, karena jika keping bijinya telah membuka berarti akar tunggang sudah panjang serta akar lateral telah bercabang-cabang. Hal ini akan menyulitkan pada saat pemindahan dan sering mengakibatkan akar tunggang menjadi bengkok, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Soeratno, 1980). Selanjutnya Siregar et al., (1989) menambahkan bahwa, agar bibit tidak rusak maka pencabutan bibit dari persemaian sebaiknya dengan menyertakan pasir bedengan.

Pemeliharaan pada pembibitan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang sehat dan jagur, Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pemupukan, penyemprotan insektisida dan fungisida serta pengaturan naungan yang disesuaikan dengan umur bibit. Naungan dapat dijarangkan sebanyak 50% pada saat bibit berumur 2 – 2,5 bulan dan beransur-ansur dikurangi setelah bibit berumur 3 – 3,5 bulan.

Hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan bibit agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lapangan. Bibit yang telah berumur 4 – 6 bulan dipembibitan siap untuk ditanam ke lapangan (Siregar et al., 1989).

Syarat Tumbuh Tanaman Kakao adalah sebagai berikut:
1. Tanah
Tanah merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting. Dalam kehidupan tanaman fungsi tanah yang utama adalah memberikan unsur hara, baik sebagai medium pertukaran maupun sebagai tempat memberikan air, juga sebagai tempat berpegang dan bertopang untuk tumbuh tegak bagi tanaman (Harjadi, 1986).
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7 (Suhardjo dan Butar-butar, 1979).
Menurut Situmorang ( 1973) tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Selanjutnya Tjasadiharja (1980) berpendapat, perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah.
Tanaman kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya tanaman kurang kuat (Anonymous, 1988).

2. Iklim
Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis, dengan demikian curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin merupakan faktor pembatas penyebaran tanaman kakao (Siregar et al., 1989).
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 600 meter diatas permukaan laut, dengan penyebaran meliputi 20˚ LU dan 20˚ LS. Daerah yang ideal untuk pertumbuhannya berkisar antara 10˚ LU dan 10˚ LS (Suyoto dan Djamin, 1983).
Tanaman kakao dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan persediaan air yang cukup. Air ini diperoleh dari dalam tanah yang berasal dari air hujan atau air siraman. Curah hujan yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kakao berkisar antara 1.500 – 2.000 mm setiap tahun, dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Curah hujan 1.354 mm/tahun dianggap cukup jika hujan merata sepanjang tahun dengan musim kering tidak lebih dari 3 bulan (Suyoto dan Djamin, 1983).
Siregar et al., (1989) menyatakan suhu yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kakao adalah sekitar 25 – 27˚ C dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13 – 21˚ C dan rata-rata suhu maksimum adalah 30 – 32˚ C. Berdasarkan kesesuaian terhadap suhu tersebut maka tanaman kakao secara komersial sangat baik dikembangkan di daerah tropis.
Untuk terjaminnya keseimbangan metabolisme maka kelembaban yang dikehendaki tanaman kakao adalah 80% sesuai dengan iklim tropis (Sunaryono dan Arief Iswanto, 1985).
Wiradjo (1984) menyatakan pada penanaman tanaman kakao intensitas cahaya ternyata lebih penting artinya dalam mempengaruhi pertumbuhan kakao dari pada unsur hara dan air. Di samping pengaruh langsung terhadap potosintesis, intensitas cahaya juga berpengaruh terhadap proses trasparasi dan degrasi klorofil daun.
Selanjutnya menurut Suyoto dan Djamin (1983), intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman kakao berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kebutuhan tanaman terhadap intensitas cahaya matahari bervariasi, tergantung pada fase pertumbuhan dan umur tanaman. Intensitas cahaya yang ideal bagi tanaman kakao adalah antara 50 – 70%.

Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah (Siregar at al., 1989).
Akar.
Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (Radik primaria). Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter kearah samping dan 15 meter kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak membentuk akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang. Pada kecambah yang telah berumur 1 – 2 minggu terdapat akar-akar cabang (Radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya akar-akar rambut (Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung akar ini terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (Calyptra). Bulu akar inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam tanah. Diameter bulu akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1 milimeter.

Batang
Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorquette, dengan ketinggian yang ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini tidak terdapat pada kakao yang diperbanyak secara vegetatif.
Ditinjau dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman kakao tumbuh kearah atas dan samping. Cabang yang tumbuh kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak menyerap energi, sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan (Siregar et al., 1989).

Bunga
Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (Calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4 centimeter (Siregar et al., 1989).
Pembungaan kakao bersifat cauliflora dan ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana bunganya terdapat hanya sampai cabang sekunder (Ginting, 1975).
Tanaman kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000 – 10.000 pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat menjadi buah (Siregar et al., 1989).

Buah
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 – 2 centimeter (Siregar et al., 1989).
Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10 – 30 centimeter, umumnya ada tiga macam warna buah kakau, yaitu hijau muda sampai hijau tua, waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5 – 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 centimeter disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan (cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao. Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologis yang menyebabkan terhanbatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhahn buah muda (Siregar et al., 1989).
Biji kakao tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan biji untuk benih dengan waktu yang agak lama tidak memungkinkan. Biji ini diselimuti oleh lapisan yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak lapisan tersebut pulp atau micilage. Pulp ini dapat menghambat perkecambahan dan karenanya biji yang akan digunakan untuk menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang maka didalam penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat merukkan biji ( Suharjo dan Butar-butar, 1979).

Sistematika untuk tanaman kakao menurut Chessman (1994, dalam Suharjo dan Butar-butar, 1979) adalah :
Divisio : Spermathophyta
Classis : Dicotyedoneae
Ordo : Malvales
Familia : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Species : Cacao

Tanaman kakao digolongkan ke dalam dua jenis :
1. Criollo
a. Criollo Amerika Tengah
b. Criollo Amerika Selatan
Criollo adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering, biasa dikenal sebagai fine flovour cacao, chosen cacao, edel cacao atau kakao murni.
Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan mempunyai ciri utama yang sama yaitu :
– Tongkol berwarna hijau atau merah.
– Kulit berbintik-bintik kasar, tipis dan lunak.
– Biji bulat telur dengan kotiledon berwarna putih waktu basah.

2. Forestero.
a. Amazonia Forestero.
b. Trinitario (hibrid dengan Forestero).
Amazonia Forestero adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kering, biasanya dikenal dengan bulk cacao atau ordinary cacao.
Ciri-ciri utama boah kakao tipe Amazoniz Forestero ialah :
– Tongkol warna hijau
– Kulit tebal
– Biji gepeng dengan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah
Trinitario adalah tipe tanaman kakao hibrid hasil persilangan secara alami antara Criollo dengan Forestero, karena itu tipe kakao ini sangat heterogen. Ada yang menghasilkan biji kering yang termasuk edel cacao dan ada yang termasuk bulk cacao.
Ciri-ciri utama kakao tipe trinitario adalah merupakan intermedinate dari criollo dan forestero dengan bentuk tongkol bermacam-macam, antara lain :
– Tongkol berwarna hijau dan merah.
– Kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua.