Arsip

Manajemen Pembelajaran

Manajemen pengajaran adalah setiap usaha sekolah untuk mengatur seluruh kegiatan, baik yang bersifat intrakurikuler, kokurikuler maupun ekstrakurikuler.
Dalam mengelola pengajaran, Ida Alaeda mengemukakan beberapa prinsip manajemen pengajaran yang berorientasi pada fungsi manajemen. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Burrup yaitu, tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan makin mudah terlihat dan makin tepat untuk mencapai tujuan, program itu harus sederhana (simple), program-program yang disusun itu harus sinkron dengan tujuan yang telah ditentukan, program itu harus bersifat menyeluruh dan program itu harus ada koordinasi terhadap komponen yang melaksanakan program di sekolah.

Piet Sahertin berpendapat bahwa tugas pendidikan administrasi atau manajemen adalah menterjemahkan kurikulum ke proses belajar mengajar, menyusun kalender sekolah, mengatur jadwal, menata sistem program di sekolah, menyusun beberapa konsep dasar, melaksanakan kegiatan pengajaran lainnya yaitu pembukaan tahun ajaran baru, pembinaan disiplin di sekolah, penilaian siswa dan penutup tahun ajaran.

Kepala sekolah merupakan seorang manajer di sekolah. Ia harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran disekolah. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan program.

Pendidikan merupakan proses tindakan bimbingan dan pertolongan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik. Pendidikan mengusahakan pembinaan pribadi manusia sampai pada tujuan akhirnya yaitu kebahagiaan dan sekaligus berguna bagi kepentingan masyarakat. Maka kegiatan pendidikan yang benar adalah pembinaan kepribadian manusia untuk mampu membina hubungan yang harmonis dengan Tuhan dan diri sendiri, serta sekaligus untuk kepentingan masyarakat, perilaku hubungan dengan keluarga, masyarakat dan alam sekitar.
Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran kelas perlu dikelola sedemikian rupa sehingga membantu pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik. Pengelolaan kelas tidak sekedar bagaimana mengatur ruang kelas dengan segala sarana dan prasarananya, tetapi menyangkut bagaimana interaksi dan pribadi-pribadi di dalamnya. Pengelolaan kelas lebih ditekankan bagaimana pribadi-pribadi dalam kelas dapat menjadi suatu komunitas yang penuh persaudaraan dan kekeluargaan. Komunitas yang demikian akan mengembangkan kepribadian baik pendidik maupun peserta didiknya. Dari sini, maka peserta didik di kelas tidak hanya belajar aspek pengetahuan akan tetapi juga aspek afektif dan sosialitasnya.
Pengelolaan kelas merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah (1) kehangatan dan keantusiasan, (2) tantangan, (3) bervariasi, (4) luwes, (5) penekanan pada hal-hal positif, (6) penanaman disiplin diri.
Ketrampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut:
1. Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal.
a) Menunjukkan sikap tanggap dengan cara: memandang secara seksama, mendekati, memberikan pernyataan dan memberi reaksi terhadap gangguan di kelas.
b) Membagi reaksi secara visual dan verbal.
c) Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan peserta didik terhadap gangguan di kelas.
d) Memberi petunjuk dan teguran secara jelas dan bijaksana.
2. Ketrampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal, dengan cara:
1) Modifikasi perilaku:
a) Mengajarkan perilaku baru dengan contoh dan pembiasaan.
b) Meningkatkan perilaku yang baik melalui penguatan.
c) Mengurangi perilaku buruk dengan hukuman.
2) Pengelolaan kelompok dengan cara (1) peningkatan kerjasama dan ketertiban, (2) menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul.
3) Menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah:
a) Pengabaian yang direncanakan.
b) Campur tangan dengan isyarat.
c) Mengawasi secara ketat.
d) Mengakui perasaan negatif peserta didik.
e) Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya
f) Menghilangkan ketegangan dengan belajar dan mengekang secara fisik.

Ada asumsi bahwa manajemen kelas yang baik merupakan hasil sadar atas peranan guru untuk mengintegrasikan manajemen interaksi (belajar mengajar) dengan perencanaan interaksi pengajaran. Perpaduan ini seringkali menghasilkan persoalan dalam masalah disiplin. Interaksi belajar mengajar dan manajemen hakikatnya tidak terpisah, tetapi lebih merupakan dua komponen utama yang harus dibangun satu dengan lainnya jika menginginkan tercapainya kelas yang harmonis.
Ketrampilan guru yang efektif akan mengawasi perilaku murid dengan waktu yang baik, dengan memberikan pertanyaan yang baik, atau jenis pengalaman pembelajaran. Pengawasan itu justru bisa efektif sebagai tindakan manajemen kelas secara langsung. Meskipun pengajaran dan manajemen dilakukan berbeda, keduanya saling melengkapi dan berinteraksi dalam cara-cara yang produktif. Guru menyusun perencanaan pengajaran. Selanjutnya memimpin dalam proses pengajaran, memotivasi dalam belajar, dan selanjutnya mengawasi atau mengevaluasi hasil belajar. Semua itu adalah tindakan manajemen kelas yang dipadukan untuk mencapai efektifitas pembelajaran.

Guru kreatif, professional dan menyenangkan harus memiliki berbagai konsep dan cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, antara lain:
a. Mengembangkan kecerdasan emosi, ada beberapa cara untuk mengembangkan kecerdasan emosi ini dalam pembelajaran, yaitu dengan:
1) Menyediakan lingkungan yang kondusif.
2) Menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis.
3) Mengembangkan sikap empati.
4) Membantu peserta didik menemukan solusi dalam setiap masalah yang dihadapinya.
5) Menjadi teladan dalam menegakkan aturan dan disiplin dalam pembelajaran.
b. Mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik akan lebih kreatif jika;
1) Dikembangkan rasa percaya diri pada peserta didik dan tidak ada perasaan takut.
2) Diberi kesempatan untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah.
3) Diberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter.
c. Mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang.
Dalam pembelajaran, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik dengan berbagai macam latar belakang, sikap, dan potensi yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap kebiasaannya dalam mengikuti pembelajaran dan berperilaku di sekolah. Dalam pembelajaran mendisiplinkan peserta didik harus dilakukan dengan kasih sayang, dan harus ditujukan untuk membantu mereka menemukan diri; mengatasi situasi yang menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran.
d. Membangkitkan nafsu belajar. Cara membangkitkan nafsu belajar, antara lain:
1) Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar.
2) Peserta didik harus selalu diberitahu tentang kompetensi dan hasil belajarnya.
3) Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman.
4) Memanfaatkan sikap, cita-cita, rasa ingin tahu dan ambisi peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang.
e. Mendayagunakan sumber belajar. Caranya:
1) Memanfaatkan perpustakaan dengan semaksimal mungkin dengan memahami hal-hal yang berkenaan dengan perpustakaan yaitu sistem katalog, bahan-bahan referensi seperti; kamus, ensiklopedi dan lain-lain.
2) Memanfaatkan media masa, misalnya: radio, televisi, surat kabar dan majalah.
3) Sumber yang ada di masyarakat, misalnya perusahaan swasta, pabrik dan lain-lain.

Dalam pembelajaran terdapat tiga komponen utama yang saling berpengaruh dalam proses pembelajaran pendidikan Agama Islam, antara lain:
a. Kondisi pembelajaran PAI.
Kondisi pembelajaran PAI adalah semua faktor yang mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran PAI. Karena itu berusaha mengidentifikasikan dan mendeskripsikan faktor-faktor yang termasuk kondisi pembelajaran, yaitu tujuan dan karakteristik bidang studi PAI, kendala dan karakteristik bidang studi PAI serta karakteristik peserta didik.
b. Metode Pembelajaran PAI.
Metode pembelajaran PAI dapat diklasifikasikan menjadi strategi pengorganisasian, strategi penyampaian dan strategi pengelolaan pembelajaran.

c. Hasil Pembelajaran PAI.
Hasil pembelajaran PAI diklasifikasikan menjadi keefektifan, efisiensi dan daya tarik. Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan criteria: (1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari, (2) Kecepatan unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, (3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh, (4) Kuantitas unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, (5) Kualitas hasil akhir yang dapat dicapai, (6) Tingkat alih belajar, dan (7) Tingkat retensi belajar. Sedangkan efisiensi pembelajaran dapat diukur dengan rasio antara keefektifan dengan jumlah waktu yang digunakan atau dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Dan daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan peserta didik untuk berkeinginan terus belajar.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi, pada intinya proses pembelajaran tidak terlepas dari tiga hal, yaitu pendidik, peserta didik dan sumber-sumber belajar yang digunakan dalam proses pembelajaran.
Menurut Meril, 1971:
“Pembelajaran merupakan kegiatan dimana seseorang secara sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu”.

Karena pembelajaran merupakan kegiatan yang sengaja direncanakan maka diperlukan pendekatan yang tepat untuk merancang kegiatan pembelajaran yang sistematis sehingga dapat dicapai kualitas hasil atau tujuan yang diperlukan.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaannya. Dalam kontek, proses belajar di sekolah/ madrasah, pembelajaran tidak dapat hanya terjadi dengan sendirinya, yakni peserta didik belajar berinteraksi dengan lingkungannya seperti yang terjadi dalam proses belajar di masyarakat (social learning). Proses pembelajaran harus diupayakan dan selalu terikat dengan tujuan (goal based). Oleh karenanya segala kegiatan interaksi, metode dan kondisi pembelajaran harus direncanakan dengan selalu mengacu pada tujuan pembelajaran yang dikehendaki.

Belajar diartikan sebagai suatu perubahan individu karena pengalaman (Slavin, 1994:98). Perubahan ini disebabkan oelh perkembangan yang bertahap dalam belajar. Sedangkan Sadirman (1990) mendefinisikan belajar sebagai suatu usaha seseorang secara aktif dan sadar untuk melakukan perubahan menuju kesempurnaan terhadap dirinya. Definisi tersebut mengandung makna bahwa dalam belajar dibutuhkan aktivitas sadar sebab berarti melakukan perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Lebih lanjut Benjamin S.Bloom (1990:1) mendefinisikan belajar sebagai proses dimana otak atau pikiran mengadakan reaksi terhadap kondisi-kondisi luar dan reaksi-reaksi itu dapat dimodifikasi dengan pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya. Bila kondisi lingkungan belajar kondusif maka respon yang diberikan siswa akan menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar lebih efektif. Respon tersebut berupa aktivitas belajar positif selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga hasil belajar akan tercapai dengan baik.

Kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada keberhasilan tujuan, sangat memerlukan aktivitas siswa sebagai subjek didik yang mempunyai potensi dan energi untuk melaksanakan kegiatan belajar atas bimbingan guru (Sardiman, 1990:97). Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk menciptakan lingkungan pembelajaran kondusif agar siswa dapat belajar lebih efektif, sebab lingkungan belajar kondusif sangat diperlukan siswa agar lebih berkonsentrasi dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian belajar akan tercapai dengan baik yang ditandai adanya perubahan tingkah laku dan peningkatan hasil belajar.

Namun mengingat kondisi siswa yang sangat heterogen di dalam kelas, muncul karakteristik siswa yang berbeda-beda. Hal ini dapat menjadi faktor penghambat bagi guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Perbedaan karakterristik siswa dalam pembelajaran sering menimbulkan kesenjangan di antara siswa, sehingga mereka cenderung membuat kelompok dengan teman sebayanya yang mempunyai kesamaan minat dan potensi.

Terdapat kecenderungan bahwa siswa lebih mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya disebanding dari orang lain termasuk guru (Arikunto, 1996:62). Siswa merasa malu untuk bertanya atau memberikan pendapat selama proses belajar mengajar. Akibatnya proses belajar tampak pasif. Oleh karena itu guru perlu mengupayakan pembaharuan dalam pengelolaan kelas, salah satunya adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif.

Daftar Pustaka Klik DI SINI 

Berikut ini beberapa perbedaan antara Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional:

No

PENDEKATAN CTL

PENDEKATAN TRADISIONAL

1

Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran

Siswa adalah penerima informasi secara pasif

2

Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.

Siswa belajar secara individual

3

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau yang disimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

4

Perilaku dibangun atas dasar kesadaran diri

Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan

5

Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman

Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan

6

Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian (angka) rapor

7

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman

8

Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata

Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan

9

Pemahaman siswa dikembangkan atas dasar yang sudah ada dalam diri siswa

Pemahaman ada di luar siswa, yang harus diterangkan, diterima, dan dihafal

10

Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat dalam mengupayakan terjadinnya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan membawa pemahaman masing-masing dalam proses pembelajaran

Siswa secara pasif menerima rumusan atau pemahaman (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran

11

Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia diciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya

Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia

12

Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu selalu berkembang.

Bersifat absolut dan bersifat final

13

Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

14

Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa

15

Hasil belajar diukur dengan berbagai cara : proses, bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.

Hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes

16

Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

17

Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek

18

Perilaku baik berdasar motivasi intrinsic

Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik

19

Berbasis pada siswa

Berbasis pada guru

20

Seseorang berperilaku baik karena ia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenagkan

sumber: http://kabar-pendidikan.blogspot.com

Vygotsky (Trianto, 2008) berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologisnya menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-respon, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.

Teori Vygotsky (Trianto, 2008) ini lebih menekankan pada aspek social dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistic dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut (Trianto, 2008).

Beberapa waktu lalu saya sempat membaca bukunya pak Munif Chatib, Gurunya Manusia. Buku yang sangat bagus bagi saya, saya mendapatkan beberapa pencerahan tentang hakikat seorang guru yang sesungguhnya. Meskipun banyak sekali falsafah dan prinsip yang belum dapat atau belum saya aplikasikan dalam aktivitas saya sebagai guru.

Di antara beberapa referensi bagus yang saya ketahui adalah soal musik yang dapat dijadikan pengantar, pengiring, saat proses belajar mengajar (PBM) berlangsung mulai dari siswa masuk sampai pelajaran berakhir. Menurut saya musik memang bisa bermanfaat untuk mengeliminir suara bising yang kontraproduktif dengan aktivitas belajar. Apalagi jika di setiap kelas tersedia alat pengeras suara (meskipun diperdengarkannya tidak perlu keras) yang memadai untuk dijadikan media bagi siswa untuk enjoy dalam ruang belajarnya. Semoga ruang kelas di sekolah-sekolah mau menyediakan, toh biaya tidak perlu mahal. Kalau tidak sanggup guru dapat memanfaatkan speaker hp-nya untuk dijadikan pengganti alat tersebut. Untuk hp saya merekomendasikan hp lokal (atau made in China) yang biasa memiliki speaker yang cukup nyaring, dan harganya jelas cukup terjangkau.

Berikut kutiban dari buku tersebut:

1. Siswa masuk kelas:

– Sonata for two Pianos in D by Mozart

– Paganini for two by Nicoa Paganini

– The Universal (The Great Escape) by Blur

2. Saat PBM berlangsung:

* Saat Guru presentasi:

– Canon in D by Johan Pachelbel

– Adagio in G minor by Tomaso Albioni

– Symphony No 38 by Mozart

– Overtime (Guaranteed) by Mark King and Group

* Saat Siswa melakukan aktivitas:

– Mediterrano (The Seventh Heaven) by GOVI

– Rising in Love (The Seventh Heaven) by GOVI

– Walking on Clouds (The Seventh Heaven) by GOVI

* Saat siswa melakukan relaksasi

– Nocturne in E Flat Major by Frederic Chopin

– Pachelbel’s Canon in D by Mountain Picture

– Symphony no 6 by Ludwig Van Beethoven

– The Four Season by Antonio Vivaldi

– Water music by George Friedrich Handel

3. Saat PBM selesai

– We are the Champion by Queen

– Theme Tube to the Lion King

– Celebration by Fun Factory

Selain yang direkomendasikan katanya banyak lagi musik-musik yang dapat dipilih untuk dijadikan pengiring PBM. Kalau soal musik saya blank sama sekali, bagaimana memilih musik yang pas yang sesuai dengan aktivitas belajar siswa. Barang kali ada rekan pembaca bisa memberikan referensi untuk menentukan pilihan, dan syukur-syukur ada yang memberikan link gratis musik-musik yang saya maksud.

sumber

Dalam pendekatan sistem, pembelajaran merupakan suatu kesatuan dari komponen-komponen pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena satu sama lain saling mendukung. Komponen-komponen tersebut dapat menunjang kualitas pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2001: 77) pembelajaran sebagai suatu sistem artinya suatu keseluruhan dari komponen-komponen yang berinteraksi dan berinterelasi antara satu sama lain dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pembelajaran sebagai suatu sistem yang komponen-komponennya terdiri dari: (1) Siswa, (2) Guru, (3) Tujuan, (4) Materi, (5) Metode, (6) Sarana/Alat, (7) Evaluasi, dan (8) Lingkungan/konteks. Masing-masing komponen itu sebagai bagian yang berdiri sendiri, namun dalam berproses di kesatuan sistem mereka saling bergantung dan bersama-sama untuk mencapai tujuan. (Soetopo, 2005: 143).
Kedelapan komponen tersebut rupanya tidak ada satupun komponen yang dapat dipisahkan satu sama lain karena dapat mengakibatkan tersendatnya proses belajar-mengajar. Misalnya pengajaran tidak dapat dilakukan di ruang yang tidak jelas, tanpa siswa, tanpa tujuan, tanpa bahan ajar.
Masing-masing komponen dalam pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut.
Siswa
Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai komponen proses belajar mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai objek pendidikan bergeser sebagai subjek pendidikan. Sebagai subjek, siswa adalah kunci dari semua pelaksanaan pendidikan. tiada pendidikan tanpa anak didik. Untuk itu siswa harus dipahami dan dilayani sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya sebagai siswa.
Siswa adalah individu yang unik, mereka merupakan kesatuan psiko-fisis yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola sekolah, pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka datang ke sekolah telah membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan sosial. Masing-masing memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah yang harus dikembangkan oleh guru. (Sardiman, 2001: 109)
Guru
Guru adalah sebuah profesi. Oleh karena itu, pelaksanaan tugas guru harus profesional. Walaupun guru sebagai seorang individu yang memiliki kebutuhan pribadi dan memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru mengemban tugas mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu guru harus menguasai seperangkat kemampuan yang disebut dengan kompetensi guru. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa menjadi guru yang profesional. Kompetensi guru itu mencakup kemampuan menguasai siswa, menguasai tujuan, menguasai metode pembelajaran, menguasi materi, menguasai cara mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan menguasai lingkungan belajar. (Soetopo, 2005: 144).
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar mangajar. Menurut Usman (1990:7) ada empat peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (1) sebagai demonstrator, lecturer (pengajar), (2) sebagai pengelola kelas, (3) sebagai mediator dan fasilitator, dan (4) sebagai motivator.
Tujuan
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses pembelajaran tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan dan pembelajaran secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.
Tujuan belajar adalah sejumah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapai oleh siswa (Hamalik, 2003: 73).
Lebih lanjut menurut Oemar Hamalik (2003: 73) bahwasannya komponen tujuan pembelajaran, meliputi: (1) tingkah laku, (2) kondisi-kondisi tes, (3) standar (ukuran) perilaku.
Materi
Materi pembelajaran dalam arti yang luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran. Setiap aktivitas belajar-mengajar harus ada materinya. Anak yang sedang field-trip di kebun menggunakan materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya. Anak yang praktikum di laboratorium menggunakan materi simbiose katak. Semua materi pembelajaran harus diorganisasikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh anak. Materi disusun berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa.
Metode
Metode mengajar merupakan cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran, serta karakteristik anak.
Sarana/Alat/Media
Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda yang sesungguhnya, imitasi, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak, dan tiruan. Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaian dengan tujuan, anak, materi, dan metode pembelajaran.
Oleh karena itu diperlukan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai (Asnawir, 2002: 17) diperlukan tenaga pengajar yang handal dan mempunyai kemampuan (capability) yang tinggi.
Evaluasi
Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun graduasi kemampuan anak didik, sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi dilaksanakan secara komprehensif, obyektif, kooperatif, dan efektif. Dan evaluasi dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.
Guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar keberhasilan. Sebagai contoh, jika semua siswa sudah menguasai kompetensi dasar, maka pelajaran dapat dilanjutkan dengan catatan guru memberikan perbaikan (remidial) kepada siswa yang belum mencapai ketuntasan. Dengan adanya evaluasi, maka dapat diketahui kompetensi dasar, materi, atau individu yang belum mencapai ketuntasan. (Madjid, 2005: 224)
Lingkungan
Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu PBM berlangsung. Semua komponen pembelajaran harus dikelola sedemikian rupa, sehingga belajar anak dapat maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula.
Mengelola lingkungan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas bukan merupakan tugas yang ringan. Oleh karenanya guru harus banyak belajar. Doyle (1986) berpendapat bahwa hal-hal yang menyebabkan pengelolaan kelas mempunyai beberapa dimensi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Emersen, Everston dan Anderson (1980), peristiwa yang terjadi pada waktu awal-awal sekolah banyak berpengaruh terhadap pengelolaan kelas pada tingkat-tingkat berikutnya.
Borden (2001: 71) menyarankan agar setiap anak mempunyai ruang gerak sedikitnya tiga meter persegi. Madrasah Jenderal Sudirman memiliki ruang kelas yang cukup representative yaitu dengan ukuran 6 x 8 meter persegi.
Adapun menurut Oemar Hamalik (2001: 77), komponen-komponen pembelajaran meliputi tujuh aspek yaitu: (1) tujuan pendidikan dan pengajaran, (2) peserta didik atau siswa, (3) tenaga kependidikan khususnya guru, (4) perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6) media pembelajaran, dan (7) evaluasi pembelajaran.
Proses pembelajaran ditandai dengan adanya interaksi antara komponen. Misalnya komponen peserta didik berinteraksi dengan komponen guru, metode/media, perlengkapan/peralatan, dan lingkungan kelas yang mengarah kepada pencapaian tujuan pembelajaran.
Sedangkan menurut Suharsini Arikunto (1990: 216), berpendapat bahwa unsur-unsur atau komponen-komponen yang dapat mendukung kualitas pembelajaran, maka perlu diperhatikan unsur-unsur yang secara langsung berkaiatan dengan berlangsungnya proses belajar tersebut terdiri atas 6 komponen, yaitu: guru, siswa, kurikulum, konteks, metode, dan sarana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar di bawah ini:

Gambar 4. Unsur-unsur Pembelajaran
(Adaptasi dari Suharsini Arikunto, 1990: 216)

Dari gambar di atas, nampaknya setiap unsur dapat dikatakan penting dan menentukan. Namun apabila dicermati lebih mendalam satu persatu unsur-unsur selain guru, yakni konteks, siswa, kurikulum, metode, dan sarana, tidak dapat menunjukkan peran yang berbeda tanpa mengubah posisinya, namun disisi lain guru yang profesional mampu mengubah, mengupayakan atau memanipulasi ke-5 (lima) variabel tersebut untuk kepentingan pembelajaran yang ia kehendaki.
• Guru, konteks, siswa, kurikulum, metode, media, sarana adalah unsur yang dapat berpengaruh kepada kualitas belajar dan pembelajaran.
• Guru merupakan satu-satunya unsur yang mampu mengubah unsur-unsur lain menjadi bervariasi. Sebaliknya unsur-unsur yang lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi.
• Guru merupakan unsur yang mempunyai peran amat penting bagi terwujudnya pembelajaran, menurut kualitas yang dikehendaki.
Menurut pandangan penulis, kedua pandangan tersebut jika dipahami lebih mendalam akan ditemukan persamaan-persamaan. Diantaranya istilah lingkungan pembelajaran menurut Soetopo dalam perspektif Arikunto disebut dengan istilah konteks, kemudian Arikunto juga tidak menyebutkan komponen evaluasi.
Kalau dicermati lebih jauh, komponen kurikulum yang dipakai oleh Arikunto mengisyaratkan adanya evaluasi, karena dalam perencanaan kurikulum pasti terdapat evaluasi. Istilah kurikulum oleh Soetopo dipecah menjadi dua yaitu materi dan evaluasi pembelajaran.
Penulis menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Soetopo yang menyatakan bahwa komponen pembelajaran mencakup (1) Siswa, (2) Guru, (3) Tujuan, (4) Materi, (5) Metode, (6) Sarana/Alat, (7) Evaluasi, dan (8) Lingkungan/konteks. Merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dengan semakin maraknya sekolah unggul yang menerapkan metode Quantum Teaching and Learning (QTL) dalam pembelajaran, maka keberadaan delapan komponen sebagaimana yang dikemukakan oleh Soetopo menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dan dikesampingkan untuk mencapai kualitas pembelajaran sebagaimana yang diharapkan.

Ditulis oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
http://kabar-pendidikan.blogspot.com