Arsip

PAKEM

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan otak, salah satunya melalui senam otak (brain gym). Senam otak bisa membantu meningkatkan kecerdasan anak-anak sekolah termasuk bisa dilakukan untuk bayi.

Otak merupakan bagian tubuh yang befungsi sebagai pusat pengendali organ-organ tubuh dan otak selalu berhubungan dengan intelejensia atau kecerdasan seseorang.

Pada awalnya senam otak sudah dikenal sejak tahun 80-an, tapi saat itu masih terbatas untuk orang dewasa saja. Tapi sejak tahun 2000-an telah dikembangkan senam otak untuk membantu meningkatkan kecerdasan anak-anak sekolah atau bisa juga untuk bayi.

Gerakan-gerakan senam ringan yang dilakukan melalui olah tangan dan kaki, dapat memberikan rangsangan atau stimulus ke otak. Stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif seperti kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, dalam proses belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas.

“Kecerdasan seorang anak dipengaruhi oleh faktor genetik atau turunan dan faktor stimulasi. Nah senam otak ini membantu meningkatkan kecerdasan anak melalui berbagai stimulasi gerakan,” ujar Tri Gunadi, S.Psi dalam acara talkshow Berbagai Gerakan Senam Otak Untuk Mencerdaskan Anak di STIKOM LSPR, Jakarta, Sabtu (3/10/2009).

Tri Gunadi menambahkan bahwa sebenarnya senam otak bisa digunakan untuk semua golongan usia, mulai dari bayi hingga para manula. Namun fungsinya berbeda. Bagi para manula senam otak bisa membantu menunda penuaan dini dalam arti menunda pikun atau perasaan kesepian yang biasanya menghantui para manula.

Sedangkan bagi anak-anak senam otak ini bisa membantu meningkatkan kecerdasan anak, meningkatkan kepercayaan diri, menangani anak yang mengalami masalah dalam proses belajar mengajar. Selain itu senam otak juga sering digunakan untuk terapi beberapa gangguan pada anak-anak seperti hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, gangguan emosional, sindrom pada bayi dan gangguan kemampuan belajar.

Konsultan yang akrab disapa Pak Gun ini menambahkan bahwa sebelum melakukan senam otak anak harus melakukan beberapa hal yang dikenal dengan istilah PACE (Positive, Active, Clear dan Energetic), yaitu:

  1. Energetic, untuk bersikap energik diperlukan pendukung berupa air putih minimal 125 cc. Berguna untuk menyalurkan oksigen ke otak dan melarutkan garam sehingga mengoptimalkan fungsi energi listrik di dalam tubuh.
  2. Clear, untuk menjernihkan diperlukan pemijatan pada daerah saklar otak (brain button). Daerah yang dipijat adalah titik dua jari di bawah tulang selangka (clavikula) dengan satu tangan dan tangan lainnya menggosok daerah pusar.
  3. Active, dilakukan dengan cara gerakan silang (cross crawl). Caranya dengan menggerakkan tangan kanan bersamaan dengan kaki kiri dan sebaliknya.
  4. Positive, yaitu dengan melakukan gerakan kait relaks (hook ups), tangan disilangkan dengan jempol dibagian bawah, lalu diputar sambil kaki disilangkan.

“Gerakan PACE ini membantu mengurangi kecemasan anak dan membuat anak berada dalam kondisi yang santai,” ujar dosen rehab medik FK-UI ini.

Selanjutnya dilakukan pre-activity lalu learning menu yang disesuaikan dengan masalah atau hal yang ingin dioptimalkan dari si anak. Setelah itu dilakukan post-activity untuk melihat seberapa besar peningkatan yang bisa dilakukan anak setelah melakukan senam otak dan diakhiri dengan celebrate goal misalnya anak mengucapkan ‘Hore saya bisa menyelesaikan soal tribonometri’

“Pada anak yang memiliki kelainan seperti autis, hal penting yang harus diingat sebelum anak melakukan senam otak adalah anak tersebut sudah bisa meniru apa yang dilakukan oleh orang lain,” ujar Tri Gunadi yang juga Direktur Pusat Terapi Tumbuh Kembang Anak YAMET.

Senam otak selain berfungsi untuk membantu segala hal yang berhubungan dengan kecerdasan juga bisa membatu mengatasi keterlambatan bayi dalam berjalan atau berlari, atau membantu anak yang tidak bisa lepas dari orangtuanya serta meningkatkan motivasi dan semangat diri anak.

Sumber

Dapatkah Anda membayangkan, apa yang terjadi jika tak tercipta suasana menyenangkan dalam proses belajar mengajar? Ya, siswa akan bosan dan tujuan dari penanaman ilmu oleh pengajar tak akan tercapai. Bagaimana menciptakan suasana belajar yang menyenangkan? Beberapa tips ini mungkin bisa menjadi panduan.

Salah satu hal yang harus dikedepankan adalah menyertakan partisipasi siswa di dalam kelas. Selain untuk membangun komunikasi dengan siswa, pengajar juga dapat mengetahui apa yang menjadi kebutuhan bagi para siswa. Jika situasi ini tak terbangun, bisa jadi siswa akan merasa canggung berbicara dengan guru dan komunikasi tidak akan berjalan baik. Akibatnya, pengajar juga akan mengalami kesulitan untuk mengetahui apa yang menjadi keinginan siswa.

Ciptakan iklim yang nyaman buat anak didik Anda

Iklim yang nyaman akan menghilangkan kecanggungan siswa, baik sesama guru maupun antar siswa sendiri. Hal ini juga bisa mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, sehingga komunikasi antara pendidik dan anak didik dapat terbangun. Sebagai pengajar, Anda dapat menjelaskan kepada siswa bahwa tidak akan ada siswa lain yang akan mengejak ketika ia bertanya. Beri motivasi kepada siswa bahwa dengan bertanya, akan memudahkannya untuk lebih mengetahui tentang sesuatu hal daripada hanya diam mendengarkan.

Dengarkan dengan serius setiap komentar atau pertanyaan yang diajukan oleh siswa Anda.

Jika siswa Anda mengajukan pertanyaan, sebisa mungkin fokus dan memperhatikannya. Meski sederhana, hal ini akan menumbuhkan kepercayaan diri siswa karena ia merasa diperhatikan. Seringkali siswa merasa kurang percaya diri sehingga enggan untuk memberikan kontribusi di dalam kelas. Nah, tugas Anda sebagai pengajar, membangun kepercayaan diri siswa dengan menunjukkan perhatian-perhatian saat siswa merasa sedang ingin didengarkan.

Jangan ragu memberikan pujian kepada siswa

Anda juga bisa mencoba dengan memuji setiap komentar yang diajukan oleh anak didik Anda. Misalnya, “Oh, itu ide yang sangat bagus” ,atau “Pertanyaan kamu bagus, itu tidak pernah saya pikirkan sebelumnya”.

Beri pertanyaan yang mudah dijawab

Jika hal diatas belum juga berhasil untuk mengajak siswa memberikan komentar atau pertanyaan, giliran Anda untuk mengajukan pertanyaan memancing yang bisa membuat anak didik Anda tidak lagi bungkam di dalam kelas. Pastikan pertanyaan Anda mampu dijawab oleh siswa, sehingga saat menjawab secara tidak langsung melatih siswa untuk berbicara.

Saat siswa sudah mulai merespon, beri senyum kepada siswa yang sudah berkomentar. Hal ini akan mengurangi rasa canggung yang biasa ia perlihatkan.

Biarkan siswa mengetahui pelajaran sebelum kelas dimulai

Minta agar para siswa mempelajari bahan yang nantinya akan Anda tanyakan. Sehingga, ia akan mempersiapkannya terlebih dulu. Jika saat anda bertanya dan para siswa tidak merespon, ubah format pertanyaan anda yang hanya membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak“.

Controlling

Kontrol para siswa dengan alat kontrol yang Anda miiliki. Gunanya adalah untuk mengetahui seberapa banyak siswa yang biasanya berpartisipasi dalam kelas. Jika Anda menemukan beberapa siswa yang tingkat partisipasinya dalam kelas sangat kurang, maka ajak ia berkomunikasi secaraa pribadi. Mungkin dengan begitu ia akan merasa percaya diri. Selain itu, jika yang Anda temukan hanyalah permasalahan kurang percaya yang menjadikannya diam selama kelas berlangsung, maka tugas Anda selanjutnya adalah memberi ia tugas yang bisa membantunya untuk berkomunikasi. Misalnya, tugas berpidato dalam kelas.

sumber

Tak terbayangkan dalam benak kita ada sekolah tanpa pagar, tanpa tiang bendera, tanpa bel, tanpa gedung sekolah, bahkan tanpa plang yang menunjukkan bahwa ada sekolah. Tetapi itulah yang terjadi di Desa Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah. Sebuah komunitas belajar yang mengusung ide pendidikan alternatif muncul dan mengagetkan dunia pendidikan kita yang carut marut ini. Gaungnya tidak hanya bergema di negeri ini namun sudah terdengar hingga kancah internasional.

Sudah mengendap dalam benak kita bahwa kalau ingin menuntut ilmu berarti kita harus sekolah. Dan itu tidak sepenuhnya salah. Masalahnya, sekolah saat ini tidak hanya menuntut tekad bulat untuk menuntut ilmu, namun juga harus diiringi kesediaan merogoh kocek dalam-dalam. Untuk menyekolahkan anak setingkat SD di sekolah negeri, meski disebut gratis, tetap ada biaya yang harus dikeluarkan orangtua saat awal masuk sekolah berkisar antara 100 hingga 500 ribu rupiah, misalnya untuk seragam, buku, dan lain-lain. Sementara untuk masuk SD swasta, apalagi SD favorit di kota besar, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai jutaan rupiah.

Demikian juga ketika kita ingin menyekolahkan anak di tingkat SMP dan SMA. Biaya yang dikeluarkan tentu lebih tinggi. Kira-kira 500 sampai 1 juta rupiah harus disediakan orangtua pada saat penerimaan siswa baru. Uang sebesar itu tentu tidak terasa besar bagi mereka yang berpenghasilan rutin dengan jumlah jutaan rupiah. Namun bagi mereka yang tidak punya penghasilan tetap tentunya uang sejumlah itu akan sangat membebani hidup. Bayangkan saja, untuk biaya makan sehari-hari saja sudah susah apalagi harus menanggung biaya sekolah yang tidak sedikit.

Keresahan mengenai mahalnya biaya pendidikan pun mendorong Bahruddin, inisiator sekaligus penggerak model pendidikan alternatif di Salatiga mengajukan ide untuk membangun Learning Based Community (pendidikan berbasis komunitas) di desa Kalibening, kecamatan Tingkir, Salatiga. ‘Sekolah’ yang pada awalnya menampung 12 siswa setingkat SMP ini diberi nama Qaryah Thayyibah (QT) yang berarti Desa milik Allah yang dilimpahi keberkahan. Kini QT sudah memiliki 150 siswa setingkat SMP dan SMA.

Belajar sesuai kebutuhan

Pendidikan alternatif yang digagas oleh Bahruddin merupakan konsep yang dia kembangkan sendiri berdasar pengalaman dan buku-buku yang dibacanya. Prinsip dasarnya adalah memberi kebebasan pada siswa untuk belajar apa pun yang mereka sukai. Guru (di QT disebut pendamping) hanya memberikan ide atau masukan, apakah nanti akan diterima anak atau tidak, semua dikembalikan ke siswa.

Konsepnya mirip dengan homeschooling, namun ada beberapa hal yang membedakannya. Pertama, homeschooling masih memiliki kurikulum dan mata pelajaran yang harus dipelajari siswa. Sedang di QT tidak ada acuan mata pelajaran. Semua siswa bebas menentukan apa yang ingin mereka pelajari. Kedua, pelaksanaan homeschooling sering dikritik membatasi interaksi anak dengan orang lain. Sedangkan di QT, lingkungan sekitar dan masyarakatnya adalah ‘sekolah’ bagi siswa QT. Jadi konsep pendidikan alternatif dijamin tidak akan mengisolasi siswa dari lingkungannya. Justru mendorong siswa untuk terlibat aktif di lingkungannya.

Karena berbasis pada lingkungan pulalah, siswa QT diharapkan mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi lingkungan tempat mereka berada. “Ada seorang warga yang mengeluh pada anaknya kalau sekarang ini mau makan makanan yang bergizi harganya serba mahal. Lalu anaknya membawa permasalahan itu ke sekolah, anak-anak berdiskusi dan muncullah ide untuk membuat peternakan belut. Lalu anak-anak belajar tentang budidaya belut lalu sama-sama mereka praktek membudidayakannya,” cerita Bahruddin.

Sungguh berbeda jauh dengan kebanyakan kita yang sudah melahap berbagai pelajaran di sekolah namun tidak mampu memberikan solusi pada permasalahan sekitar. “Selama ini kita kan diajarkan agar banyak menyerap pengetahuan tapi akhirnya kita malah jadi konsumtif alias tidak produktif. Pengetahuan itu seperti vitamin, dibutuhkan untuk tubuh kita secukupnya saja jangan sampai berlebih,” tambah ayah 3 anak ini.

Mandiri dalam belajar

Pendidikan alternatif yang diusung Bahruddin sebenarnya mendidik anak agar mandiri dalam belajar. Ini hal penting yang justru sering tidak kita dapatkan di dunia pendidikan kita. Anak-anak yang pergi ke sekolah setiap pagi, pulang sore hari, 6 hari selama seminggu, kebanyakan datang ke sekolah lebih sebagai formalitas bukan dengan niat murni untuk menuntut ilmu. Sampai di sekolah pun anak memposisikan diri sebagai ‘wadah’ yang siap menerima apa pun yang diberikan oleh guru. Padahal hakekatnya, anak bukanlah tempat kosong yang tidak berisi apa-apa. Artinya, anak-anak itu sudah memiliki bekal-bekal yang dapat mendorong mereka untuk belajar. Misalnya pengalaman, informasi dari televisi, buku maupun dari tempat lain.

Hal seperti itu tidak terjadi di QT. “Aku kan emang dari awal suka musik. Aku belajar sendiri dengan baca internet dan download video-video tentang musik. Terus aku mau belajar gitar, belajarnya dengan cari di internet gimana caranya main gitar lalu aku coba-coba sendiri sampai bisa. Terus kalau bikin lagu, aku kan punya temen yang bisa buat lagu ya aku belajar sama temenku itu dan ini bisa dilakukan sendiri saja dan kadang kami juga mendatangkan guru juga. Pas mau rekaman juga gitu. Aku ikut temen atau lihat Pak De (paman-red) yang memang pemusik, gimana caranya rekaman. Liat di studio, aku pelajari dan aku bawa ke sini untuk dipelajari sama-sama dengan teman-teman,” ungkap Ikhwan (19), salah seorang lulusan QT.

Hal menarik yang bisa kita dapatkan dari QT ini, anak jadi terbiasa belajar secara mandiri. Bayangkan, jika selama 6 tahun mereka dilatih untuk memilih sendiri apa yang akan mereka pelajari. Juga merumuskan sendiri (bersama teman satu forum) materi yang akan dipelajari dan menyiapkan sendiri segala macam perangkat yang dibutuhkan untuk belajar, maka bisa dipastikan setelah lulus ‘sekolah’ dia tidak akan kesulitan untuk terus belajar meski sudah tidak berada di lingkungan sekolah.

Sementara fenomena yang sering kita lihat, banyak anak lulus SMA belum memiliki karya, bahkan banyak yang menjadi ‘masalah’ bagi lingkungannya. Padahal dalam Islam juga ada terminologi bahwa orang yang paling baik adalah orang yang bermanfaat bagi lingkungannya. Dengan kata lain orang yang paling baik bisa menyelesaikan permasalahan lingkungannya.

Dibebaskan justru berprestasi

Banyak yang berpikir bahwa untuk berprestasi anak harus diberikan pengarahan dengan ketat. Diikutkan berbagai les dengan jadwal yang padat, tidak banyak bermain-main dan penuh dengan hal serius lainnya. Ternyata hal ini terpatahkan dengan sistem pendidikan alternatif di QT. Dengan ketiadan jadwal pelajaran, tanpa guru, gedung sekolah, laboratorium justru mendorong para siswa untuk kreatif.

“Maia Rosyida, sudah menulis 20 buku. Saat ini umurnya 18 tahun,” ungkap Bahruddin. Saat mulai bersekolah di Qoryah Thayyibah, Maia menyampaikan kalau suka menulis, maka yang dilakukan para pendamping adalah mendukung dan mendorongnya untuk terus menulis. Hasilnya, benar-benar tak terduga, karena si anak didukung melakukan sesuatu yang sesuai minatnya, dalam waktu singkat 20 buku berhasil ditulisnya. Sebagian dijilid, di-copy dan disebarluaskan oleh pihak sekolah, sebagian lagi diterbitkan oleh penerbit profesional.

Fina, Izza dan Siti, tiga orang siswa QT berhasil menerima penghargaan Creative Kids Award dari Yayasan Creatif Indonesia pimpinan Seto Mulyadi. Ketiga anak itu membuat karya tulis berjudul “Haruskah UN Dihapus?” Karya tulis itu dibuat sebagai tugas akhir sebelum mereka lulus dari QT.

Belum lagi sejumlah karya berupa hasil penelitian, film, musik yang dibuat oleh siswa-siswa QT. Semua karya tersebut ide orisinal dari si anak dengan masukan para pendamping. Beberapa siswa sudah biasa diminta berbicara di depan para pejabat publik, seperti Hilmy (15) yang diminta berpidato di depan 90 kepala sekolah berprestasi di seluruh Indonesia. Semua karya yang mengagumkan itu bersumber pada sebuah prinsip pendidikan yang membebaskan anak untuk mempelajari apa yang dia suka, sambil tetap mendampingi dan mendukung sebisa mungkin.

Mengelola internet sendiri

Salah satu perangkat yang berperan penting dalam pelaksanaan pendidikan alternatif QT adalah akses internet penuh 24 jam. Semua siswa ‘dibiarkan’ mandiri belajar, salah satunya dengan panduan “Om” Google. Akses internet memang ibarat samudra luas tanpa batas yang berisi segala hal, baik yang positif maupun negatif. Di QT, semua siswa bebas mengakses internet, tentunya tetap dengan aturan tertentu. Sebab kebebasan yang bertanggungjawab adalah prinsipnya.

Bagaimana komunitas ini bisa memiliki akses internet 24 jam? Awalnya memang ada seorang pengusaha yang menyediakan internet di komunitas ini. Namun kemudian, komunitas ini memakai jasa internet yang diluncurkan Telkom dan dikelola secara mandiri. Mereka membuat aturan seperti biaya Rp2000 per-jam untuk pemakaiani internet. Dari hasil pengelolaan internet itu mereka mampu membayar tagihan internet plus membayar uang listrik per bulannya.

Dari pengalaman komunitas ini kita bisa belajar bahwa jika anak-anak usia 13-19 tahun yang tinggal di lereng gunung saja bisa mengelola ‘sekolah’nya dengan baik, maka sebenarnya hal yang sama bisa juga dilakukan di tempat lain dan oleh siapa pun. Hanya dibutuhkan komitmen yang kuat dan kemauan untuk mewujudkannya. Terasa berat? Bisa jadi, sebagai awalnya. Namun tidak ada kata tidak mungkin jika kita mau mencobanya.

Sumber

Judul: Manajemen Pembelajaran yang Menyenangkan

Pada Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga

Dan Kesehatan ( Pjok )

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Sebagai sebuah profesi, guru dituntut memiliki empat (4) kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (UU No 14 tahun 2005; Permendiknas No 16 tahun 2007). Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Jadi adalah suatu hal yang ideal apabila keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja seorang guru.

Terkait dengan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik (kompetensi pedagogik) inilah guru berkepentingan untuk melakukan manajemen pembelajaran. Istilah manajemen secara luas dipahami sama dengan istilah pengelolaan, atau pengaturan. Jadi dengan melakukan manajemen pembelajaran pada dasarnya guru melakukan proses pengelolaan atau pengaturan kegiatan pembelajaran untuk para siswa.

Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhaan bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, ketrampilan berpikir kritis, stabilitas emosional, ketrampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani dan olahraga.

Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani, guru olah raga diharapkan mengajarkan berbagai ketrampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan dan olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) serta pembiasaan hidup sehat. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru dapat memberikan berbagai pendekatan agar siswa termotivasi dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran.

Untuk memiliki kemampuan mengelola pembelajaran (kompetensi pedagogik) dengan baik, tentu saja guru perlu memahami unsur-unsur penting yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut diatas penulis ingin merumuskan masalah sebagai berikut : “Unsur-unsur penting apa saja yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) sehingga proses pembelajaran lebih menyenangkan?”.

C. Tujuan

Sebagai tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui Unsur-unsur penting yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK), sehingga proses pembelajaran lebih menyenangkan

Sedangkan sebahgai tujuan khusus gdari penyusunan makalah ini adalah sebagai bentuk penyelesaian tugas pada mata kuliah Manajemen Penjas

D. Manfaat

Karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

Guru Pendidikan Jasmani, agar dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) guru memiliki keterampilan mengelola pembelajaran dengan baik, sehingga prosesnya dapat berjalan dengan efektif, efisien sekaligus menyenangkan bagi peserta didik yang mengikutinya

– Siswa, Sehingga memperoleh situasi dan pengalaman pembelajaran yang lebih konkret, bermakna serta menyenangkan.

– Penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam penulisan karya tulis.

II. Kajian tentang Manajemen Pembelajaran Yang Menyenangkan

A. Pengertian Manajemen Pembelajaran

Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno “ménagement”, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia “maneggiare” yang berarti “mengendalikan,” terutamanya “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latin “manus” yang berati “tangan”. Kata ini lalu terpengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.

Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen dapat dikatakan sebagai tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengevaluasian.

Perencanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.

Fungsi kedua adalah pengorganisasian atau organizing. Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatankegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. Pengarahan atau directing adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).

Pengevaluasian atau evaluating dalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar.

elajar menurut Gagne dalam Dahar (1989) dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu oganisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Belajar pada hakekatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang sedang belajar (Diknas, 2004) Dari konsep belajar muncul istilah pembelajaran. Degeng dalam Wena (2009) mengartikan pembelajaran sebagai upaya membelajarkan siswa. Gagne dan Briggs mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kondisi, peristiwa, kejadian, dsb ) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi pembelajar, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung mudah (Diknas, 2004) Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kegiatan yang dilakukan guru, seperti halnya dengan konsep mengajar. Pembelajaran mencakup semua kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belejar manusia. Pembelajaran mencakup pula kejadian-kejadian yang diturunkan oleh bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, film, slide maupun kombinasi dari bahan –bahan itu. Bahkan saat ini berkembang pembelajaran dengan pemanfaatan berbagai program komputer untuk pembelajaran atau dikenal dengan e –learning.

Berpijak dari konsep manajemen dan pembelajaran, maka konsep manajemen pembelajaran dapat diartikan proses mengelola yang meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses membelajarkan si pebelajar dengan mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna mencapai tujuan. Dalam “memanaje” atau mengelola pembelajaran, manajer dalam hal ini guru melaksanakan berbagai langkah kegiatan mulai dari merencanakan pembelajaran, mengorganisasikan pembelajaran, mengarahkandan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan. Pengertian manajemen pembelajaran demikian dapat diartikan secara luas dalam arti mencakup keseluruhan kegiatan bagaimana membelajarkan siswa mulai dari perencanaan pembelajaran sampai pada penilaian pembelajaran.

Pendapat lain menyatakan bahwa manajemen pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran yaitu strategi pengelolaan pembelajaran (Made Wena, 2009). Manajemen pembelajaran termasuk salah satu dari manajemen implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Diknas, 2004) Manajemen yang lain adalah manajemen sumber daya manusia, manajemen fasilitas, dan manajemen penilaian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal menajemen pembelajaran sebagai berikut; jadwal kegiatan guru-siswa; strategi pembelajaran; pengelolaan bahan praktik; pengelolaan alat bantu; pembelajaran ber-tim; program remidi dan pengayaan; dan peningkatan kualitas pembelajaran. Pengertian manajemen di atas hanya berkaitan dengan kegiatan yang terjadi selama proses interaksi guru dengan siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Pengertian ini bisa dikatakan sebagai konsep manajemen pembelajaran dalam pengertian sempit.

Dengan berpijak dari beberapa pernyataan di atas, kita dapat membedakan konsep manajemen pembelajaran dalam arti luas dan dalam arti sempit. Manajemen pembelajaran dalam arti luas berisi proses kegiatan mengelola bagaimana membelajarkan si pembelajar dengan kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian dan penilaian. Sedang manajemen pembelajaran dalam arti sempit diartikansebagai kegiatan yang perlu dikelola oleh guru selama terjadinya proses interaksinya dengan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya dalam makalah ini yang dimaksudkan manajemen pembelajaran adalah manajemen pembelajaran dalam arti luas. Kegiatan mengelola pembelajaran mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian dan penilaian perlu dilakukan oleh manajer (guru) dengan maksud agar mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Seorang guru PKn penting sekali untuk memahami dan berikutnya mampu melaksanakan manajemen pembelajaran secara benar pada mata pelajaran PKn di sekolah. Manajemen pembelajaran dapat diartikan secara luas dan secara sempit.

pengelolaan dan pembelajaran dapat dibedakan tetapi memiliki fungsi yang sama. Pengelolaan penekanannya pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran. Sementara pembelajaraan (instruction) penekanannya pada aspek mengelola atau memproses materi pembelajaran. Dan keduanya men capai tujuan yang sama yaitu tujuan pembelajaran.

B. Pembelajaran Yang Menyenangkan

Sebelun membahas lebih jauh, mungkin bagi seorang guru sudah tidak asing lagi ketika mendengar tentang pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang lebih populer dengan sebutan PAKEM. Setiap guru, dalam melaksanakan pembelajaran diharapkan selalu menerapkan pendekatan PAKEM. Pengertiannya bahwa setiap pembelajaran harus berjalan lebih menunjukkan aktivitas siswa (baik fisik maupun mental), sehingga memberikan kesempatan lebih besar berkembangnya daya kreativitas, berhasil guna dan tentu saja berlangsung dalam suasana yang menyenangkan.

Menurut pendapat para ahli keberhasilan PAKEM terletak pada kata ‘menyenangkan’. Menyenangkan hendaknya dijadikan kunci utama dalam menerapkan PAKEM. Artinya, suasana menyenangkan itu seharusnya sudah dibangkitkan sejak awal pembelajaran. Dave Meier, dalam bukunya yang berjudul The Accelerated Learning Handbook menuliskan; “Menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti membuat suasana ribut atau hura-hura. Ini tidak ada hubungan dengan kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal. Kegembiraan disini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan dalam diri siswa.” Bahkan pada kalimat berikutnya Meier menegaskan bahwa penciptaan kegembiraan jauh lebih penting daripada segala teknik metode maupun media yang digunakan.

Pendapat lain mejelaskan bahwa seorang tenaga pendidik “guru” harus dapat menciptakan iklim pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa merasa enjoy dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan harapannya bisa mencapai prestasi belajar yang optimal (Walberg & Greenberg, 1977)

III. Manajemen Embelajaran Penjas Yang Meyenangkan

A. Manajemen Pembelajaran Penjas

Manajemen pembelajaran dalam pengertian luas adalah keseluruhan kegiatan mengelola proses membelajarkan siswa sebagai pebelajar oleh guru melalui tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian denganmaksud mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Manajemen pembelajaran dalam pengertian sempit adalah kegiatan mengelola interaksi guru dengan siswa yang terjadi pada saat pelaksanaan pembelajaran.

Manajemen pembelajaran yang efektif dapat terwujud dengan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menetapkan aturan kelas (class routine)

Siswa yang memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu yang diperoleh dari pengalaman hidup sebelumnya yang memungkinkan adanya kebiasaan tidak baik, jadi sebagai guru saya perlu mengarahkan dan membimbing murid saya untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik yaitu diantaranya menetapkan aturan kelas saat pertemuan awal kali masuk pada proses pembelajaran yang dilakukan. Yaitu seperti waktu awal pertama masuk saya melakukan perjanjian kepada murid-murid saya yang sekiranya semua setuju dan senang sesuai dengan kesepakatan bersama dan perjanjian tersebut tidak boleh di langgar. Perjanjian tersebut seperti jam di mulainya pelajaran, harus tepat waktu, jika telat akan di hukum. Dan aturan-aturan ini diberikan pada awal pertemuan.

2. Memulai kegiatan tepat waktu (getting started)

Kegiatan harus mulai tepat waktu sesuai perjanjian awal yang dah disepakati bersama sebelumya murid-murid harus ada di tempat. Setelah berkumpul semua murid harus cepat di bariskan dan melakukan do’a. setelah itu saya segera memberikan stretching dan melakukan kegiatan secara tepat waktu agar pembelajaran berlangsung secara efektif.

3. Mengatur pelajaran (managing the lesson)

Setelah stretching selesai saya segera memberikan sedikit penjelasan tentang yang akan di praktekkan. Sedikit saja dalam memberikan penjelasan karena olahraga butuh praktek dan bergerak. Misal memberikan teori dribble bola basket. Diberikan pengarahan terlebih dahulu, kemudian murid disuruh mempraktekkan langsung sambil saya dampingi, yang melakukan dribble terlebih dahulu separo kelas dulu dan bergantian. Dan masing-masing anak harus melakukan dribble mengelilingi lapangan bola basket sebanyak 3x.

4. Mengelompokkan siswa (grouping the student)

Sebagai guru saya harus mengelompokkan siswa-siswa sama rata. Setelah itu dari salah satu kelompok harus ada yang menjadi ketuanya, sehingga ketua harus bertanggung jawab terhadap anggota kelompoknya. Setelah dibagi kelompok alat dibagikan kepada masing-masing kelompok, sebelumnya harus melihat alat-alat apa saja yang tersedia dan memilih jenis materi atau permainan juga terlebih dahulu melihat alat yang tersedia. Dalam satu kelas ada 40 siswa bola ada 20 buah, satu kelas dibagi 10 kelompok, setiap kelompok ada 4 siswa dan masing-masing kelompok terdapat satu ketua kelompok.

5. Memanfaatkan ruang atau lapangan dan peralatan (utilizing space and equiqment)

Dalam pembelajaran bola basket saya membagi kelompok menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 siswa. Setiap kelompok harus berlomba mendribble bola dari daerah satu ke daerah lain jika yang datang lebih akhir kelompok tersebut akan mendapatkan hukuman push up 5x.

6. Mengakhiri pelajaran (ending lesson)

Setelah jam pelajaran akan berakhir kurang 15 menit saya memberikan evaluasi tentang apa yang tadi saya berikan. Tidak perlu lama-lama cukup 5 menit saja, 10 menit sisanya memberikan waktu buat siswa saya untuk ganti baju istirahat.

B. Pengelolaan Pembelajaran

Untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran, maka unsur-unsur pengelolaan pembelajaran meliputi dua tindakan yaitu:

1. Model tindakan

a. Preventif; yaitu upaya sedini mungkin yang dilakukan oleh guru untuk mencegah terjadinya gangguan dalam pembelajaraan.

• Tanggap /peka, yaitu kemampuan guru merespon terhadap prilaku atau aktifitas yang dianggap akan mengganggu pembelajaraan.

• perhatiaan, selalu mencurahkan perhatian pada berbagai aktivitas, lingkungan maupun segala sesuatu yang muncul.

b. Refresif,kemampuan guru untuk mengatasi, mencari dan menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam lingkungan pembelajaraan.

c. Modifikasi tingkah laku.

• Modifikasi tingkah laku,yaitu bahwa tingkah laku dapat diamati

• Pengelolaan kelompok, yaitu untuk menangani permasalahan hendaknya dilakukan secara kolaborasi dan mengikutsertakan berbagai komponen atau unsure yang terkait.

• Diagnosis, yaitu suatu keterampilan untuk mencari unsure-unsur yang akan menjadi penyebab gangguan maupun unsure-unsur yang akan menjadi kekuatan bagi peningkatan proses pembelajaraan.

2. Peran guru

a. Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.

b. Membangun pemahaman siswa agar mengerti dan menyesuaikan tingkah lakunya dengan tata tertib kelas.

c. Menimbulkan rasa berkewajiban melibatkan diri dalam tugas serta tingkahlaku yang sesuai dengan aktivitas kelas.

3. Hal-hal yang harus dihindari

b. Campur tangan yang berlebihan

c. Kesenyapan

d. Ketidak tepatan

e. Penyimpangan

f. bertele-tele.

C. Teknik Pembelajaran Yang Menyenangkan

Keberhasilan suatu pendidikan salah satunya ditentukan oleh bagaimana proses belajar mengajar itu berlangsung. Selain itu proses interaksi belajar pada prinsipnya tergantung pada guru dan siswa. Guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang efektif. Sedangkan siswa dituntut adanya semangat dan dorongan untuk aktif dalam proses balajar mengajar. Sehingga keberhasialan belajar dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik dapat tercapai

Sebagaimana pendapat Meier yang mengatakan bahwa “penciptaan kegembiraan jauh lebih penting daripada segala teknik metode maupun media yang digunakan” kita temukan beberapa komponen pembangun suasana yang menyenangkan. Komponen-komponen tersebut adalah (1) bangkitnya minat, (2) adanya keterlibatan penuh, (3) terciptanya makna, (4) adanya pemahaman atau penguasaan materi. (5) adanya nilai yang membahagiakan

Untuk lebih memahami hal-hal penting berkaitan dengan pembelajaran yang menyenangkan berikut komponen-komponen pembangun suasana menyenangkan tersebut.

1. Bangkitnya minat.

Seperti kita ketahui, minat adalah sesuatu yang berhubungan dengan kehendak atau keinginan hati. Minat juga sering dipadankan dengan gairah atau keinginan yang kuat. Sekarang cobalah Anda hubungkan antara ‘bangkitnya minat’ ini dengan ‘kegembiraan’. Jika sejak awal dalam diri siswa telah bangkit minat atau gairah untuk mempelajari sesuatu, niscaya kegiatan belajar tersebut akan menyenangkan bagi siswa tersebut. Jadi hubungan antara minat atau gairah dengan menyenangkan sangat erat dan saling mempengaruhi. Jika minat belajar telah tumbuh, maka pembelajaran akan menjadi menimbulkan gairah dan suasananya akan semakin menyenangkan. Suasana menyenangkan yang terpelihara sepanjang proses pembelajaran akan berpengaruh terhadap gairah belajar selama pembelajaran berlangsung.

2. Adanya keterlibatan penuh.

Komponen ini dependen terhadap komponen pertama. Maksud saya, seorang siswa tidak mungkin akan terlibat secara sepenuh hati dalam pembelajaran jika didalam diri siswa tidak ada gairah atau minat yang kuat untuk mengikuti pelajaran. Dengan demikian harus ditumbuhkan hubungan yang kuat antara yang akan belajar dengan apa yang akan dipelajari. Agar siswa bergairah dan terlibat secara penuh dalam pembelajaran, guru sangat perlu menyampaikan tujuan pembelajaran dengan rinci dan jelas pada awal pembelajaran. Sampaikan pada para siswa bahwa apa yang akan dipelajari adalah sesuatu yang sangat penting, mudah dan akan dipelajari dengan cara yang menyenangkan. Penyampaian tujuan, penjelasan apa-apa yang akan dilakukan dalam mempelajari materi sangat perlu disampaikan pada para siswa agar secara psikologis siswa mempersiapkan mentalnya.

3. Terciptanya makna.

Pengertian makna disini bukan dalam konteks umum yang sering dipadankan dengan kata ‘arti’. Makna tidak mudah untuk didefinisikan karena berkaitan erat dengan masing-masing pribadi dan kadang-kadang muncul sangat kuat dalam konteks yang personal. Dalam konteks pembelajaran PAKEM, kata ‘makna’ lebih dekat dengan pengertian ‘kesan’. Maksudnya, bahwa pembelajaran yang bermakna itu adalah pembelajaran yang dapat menghadirkan sesuatu yang mengesankan. Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa pembelajaran yang tidak mampu meberikan kesan yang mendalam tidak mungkin akan bermakna. Untuk menhadirkan makna, pembelajaran harus mengesankan. Selanjutnya, agar pembelajaran dapat mengesankan maka pembelajaran itu harus dalam suasana yang menyenangkan. Karena ‘makna’ sering kali muncul dalam konteks yang sangat personal, maka guru harus benar-benar mengerti dan menghargai perbedaan individu setiap siswa-siswanya.

4. Pemahaman atau penguasaan materi.

Ketika minat atau gairah belajar siswa tumbuh, kemudian ia terlibat secara penuh dalam mempelajari materi-materi pelajaran, dan selanjutnya ia terkesan dengan apa yang dipelajari, maka pemahaman atas apa yang dipelajari akan tertanam kuat. Penguasaan materi akan tertanam sangat kuat apabila siswa berminat, terlibat dan terkesan. Dengan melihat hubungan komponen pertama, kedua dan ketiga yang kemudian melahirkan komponen keempat, menurut saya sudah mampu menjawab keragu-raguan kita atas hasil belajar dalam pembelajaran pakem. Hubungan keempat komponen tersebut menjadi sangat logis dan meyakinkan.

5. Nilai yang membahagiakan.

Membahagiakan artinya membuat hati merasa tenteram. Hati yang tenteram adalah yang bebas dari rasa takut, rasa tertekan dan jauh dari perasaan terancam. Berkaitan dengan belajar, bahagia adalah keadaan terbebas dari tekanan, ketakutan dan ancaman. Perasaan takut, tertekan, dan terancam tidak akan muncul dan menghantui perasaan siswa jika pembelajaran berjalan dalam suasana yang menyenangkan. Ketiga perasaan tersebut (takut, tertekan, dan terancam) hanya akan menjadi kendala bagi munculnya minat belajar. Rasa bahagia pada diri siswa antara lain dapat muncul karena ia memperoleh makna dari mempelajari sesuatu. Dirinya menjadi merasa berharga, mampu tumbuh dan berkembang dan berbeda dari sebelumnya. Ketika seorang siswa mampu memecahkan persoalan dalam proses belajarnya dalam dirinya akan tumbuh rasa bangga dan percaya diri. Perasaan bangga dan percaya diri ini akan menyadarkan siswa tersebut bahwa dirinya memiliki potensi sebagaimana orang lain. Dengan demikian, dalam rangka membantu siswa memperoleh nilai yang membahagiakan dalam proses pembelajaran, guru harus berusaha terus-menerus membantu menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri pada setiap siswanya.

IV. Kesimpulan

Pembelajaran adalah membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai keterampilan proses sehingga mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru. Menyenangkan dimaksudkakn agar guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatian secara penuh.

Pembelajaran yang Menyenangkan merupakan usaha membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai keterampilan proses untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru, melalui penciptaan kegiatan belajar yang beragam dan mengkondisikan suasana belajar sehingga mampu memberikan pelayanan pada berbagai tingkat kemampuan dan gaya belajar siswa, serta siswa lebih terpusat perhatiannya secara penuh.

Suasana belajar perlu dirancang dengan baik oleh guru agar dalam pembelajaran tumbuh minat belajar siswa. Penciptaansuasana belajar merupakan langkah awal bagi guru untuk memfasilitasi siswa-siswanya untuk belajar. Suasana belajar yang kondusif memungkinkan imajinasi dan kreativitas siswa berkembang.

Latar belakang siswa yang beragam dapat merupakan masukan yang baik dalam kelas bila dikelola secara benar. Pengelolaan siswa berdasar kelompok keterampilan berfikir, keterampilanbertindak, dan keterampilan lainnya dirancang oleh guru dalam pengelolaan kelas.

Perencanaan pembelajaran, penilaian, dan pengelolaan pembelajaran sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran.

Sedangkan sebagai unsur-unsur pembangun atas tercapainya manajemen pembelajaran tersebut adalah model tindakan, peran aktif guru dan menghindari hal-hal yang di anggap kurang perlu dilakukan dalam mengelola pembelajaran khususnya pada pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan (PJOK).

DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin. 1998. Pokok-Pokok Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta : Depdikbud

Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah untuk Peningkatan Mutu. Jakarta : Depdikbud

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta : Depdiknas

Suherman, Adang. 2001. Asesmen Balajar dalam Pendidikan Jasmani Evaluasi Alternatif untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta : Depdiknas



Sumber

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Pembelajaran Menyenangkan
A. Definisi Pembelajaran Menyenangkan
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, menyenangkan berasal dari kata senang, yang berarti, puas, lega, gembira, riang. Sedangkan menyenangkan mempunyai maksud menjadikan senang, gembira, lega, puas.

Pembelajaran menyenangkan dalam PAKEM merupakan suasana belajar mengajar yang dapat memusatkan perhatiannya secara penuh saat belajar sehingga curah waktu perhatiannya (time on task) tinggi (Depdiknas:2004). Pembelajaran menyenangkan dapat diartikan sebagai pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa dengan berbagai metode yang diterapkan, sehingga saat pembelajaran berlangsung siswa tidak merasa bosan.

B. Aspek Pembelajaran Menyenangkan
Menjadikan pembelajaran yang menyenangkan, akan menjadikan siswa suka dan senang menerima pelajaran yang disampaikan. Ada beberapa aspek menyenangkan dalam pembelajaran.
1). Bermain
Bermain merupakan adalah hal yang paling menyenangkan, dengan bermain dalam kelas siswa menjadi enjoy dalam menerima pelajaran. Salah satu contoh bermain dalam kelas adalah playing card (bermain kartu), bermain tebakan, bermain peran dan lain-lain.

2). Merangsang dengan hal-hal yang menarik/disukai.
Tugas pendidik dalam kelas adalah menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, selain itu guru juga sebagai pembangkit semangat dalam belajar, dengan memberikan motivasi, dan menyampaikan dengan metode sesuai dengan karakter siswa, sehingga mereka suka dan tertarik untuk belajar. Tidak semua mata pelajaran disukai dengan bakat dan minat, tetapi bisa dengan metode pembelajaran yang tepat.

3). Penuh pujian
Pujian merupakan salah satu bentuk penguatan dalam pembelajaran adalah dengan pujian, akan menimbulkan semangat pada diri siswa, mereka termotivasi dengan ucapan-ucapan yang menyenangkan dan menantang.

4). Suasana kelas
Suasana kelas pengaruh terhadap pembelajaran, siswa akan bersemangat dengan banyak gambar dan tulisan di dinding untuk memacu semangat belajar (Freeman & Munandar, 2001:200-2001).

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang



A. Definisi Pembelajaran Efektif
Efektif adalah perubahan yang membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu (Syah, 1999:107). Pembelajaran yang efektif ditandai dengan sifatnya yang menekankan pada pemberdayaan siswa secara aktif. Pembelajaran menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang dikerjakan, tetapi lebih menekankan pada internalisasi, tentang apa yang dikerjakan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati serta dipraktekkan dalam kehidupan oleh siswa (E. Mulyasa, 2003:149).

Pembelajaran efektif juga akan melatih dan menanamkan sikap demokratis bagi siswa. Lebih dari itu pembelajaran efektif menekankan bagaimana agar siswa mampu belajar dengan cara belajarnya sendiri. Melalui kreativitas guru, pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan. Perwujudan pembelajaran efektif dan memberikan kecakapan hidup kepada siswa.

B. Cara Belajar Efektif
Cara belajar yang efektif dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif perlu diperhatikan beberapa hal:
1. Perlunya bimbingan
Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kecakapan dan ketangkasan belajar pada setiap individu. Walau demikian, ada beberapa petunjuk umum tentang cara-cara belajar yang efektif, yakni memberi petunjuk saat mereka belajar dan mengawasi, membimbing sewaktu belajar. Hasilnya akan lebih baik lagi kalau cara-cara belajar dipraktekkan dalam tiap pelajaran yang diberikan (Slameto, 1991:75-76).

2. Kondisi strategi belajar
i. Kondisi internal
Yaitu kondisi yang ada pada diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatan, keamanannya, ketentramannya, dan sebagainya.
ii. Kondisi Eksternal
Yaitu kondisi yang ada di luar pribadi manusia, umpamanya kebersihan rumah, penerangan serta keadaan lingkungan fisik yang lain. Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan fisik yang baik dan teratur, misalnya ruang belajar harus bersih, tidak ada bau-bauan yang dapat mengganggu konsentrasi belajar, ruangan cukup terang, tidak gelap dan tidak mengganggu mata, sarana yang diperlukan dalam belajar yang cukup atau lengkap.

3. Metode Belajar
Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sehingga membutuhkan metode yang tepat dalam belajar. Cara yang dipakai akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan akan mempengaruhi belajar itu sendiri. Seperti pembuatan jadwal, membuat catatan, mengulangi bahan pelajaran (Slameto, 1991:76-84).

C. Ciri Pembelajaran Efektif
Dikatakan pembelajaran yang efektif, jika dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sesuai dengan indikator pencapaian. Pembelajaran yang efektif dapat diketahui dengan ciri:
1. Belajar secara aktif baik mental maupun fisik. Aktif secara mental ditunjukkan dengan mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis. Dan secara fisik, misalnya menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain.
2. Metode yang bervariasi, sehingga mudah menarik perhatian siswa dan kelas menjadi hidup.
3. Motivasi guru terhadap pembelajaran di kelas. Semakin tinggi motivasi seorang guru akan mendorong siswa untuk giat dalam belajar.
4. Suasana demokratis di sekolah, yakni dengan menciptakan lingkungan yang saling menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, tenggang rasa, memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, menghargai pendapat orang lain.
5. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata.
6. Interaksi belajar yang kondusif, dengan memberikan kebebasan untuk mencari sendiri, sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya dan lebih percaya diri sehingga anak tidak menggantungkan pada diri orang lain.
7. Pemberian remedial dan diagnosa pada kesulitan belajar yang muncul, mencari faktor penyebab dan memberikan pengajaran remedial sebagai perbaikan, jika diperlukan (Slameto, 1991:94-97).

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang



A. Definisi Pembelajaran Kreatif
Berfikir kreatif mengandung proses mental yang dipergunakan dalam bentuk berfikir seperti pengalaman, pengikatan kembali dan ekspresi, sedangkan kreativitas merupakan kegiatan yang mendatangkan hasil yang bersifat:
1). Baru: inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan.
2). Berguna: lebih enak, praktis, mempermudah, memperlancar, mengembangkan, mendidik memecahkan masalah, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil yang baik.
3). Dapat dimengerti (D. Campbell¸1986:11).

Berfikir kreatif mengandung proses mental, yang dipergunakan juga dalam bentuk berfikir seperti pengalaman, pengingatan kembali dan ekspresi (Mustaqim & Wahab, 1991:95-98).
Hamalik (2001:179) mengatakan bahwa kreatif adalah sebuah pemahaman, sensitivitas dan apresiasi. Sehingga orang yang dikatakan kreatif adalah memiliki kemampuan kapasitas pemahaman, sensitivitas dan apresiasi. Hamalik juga mengatakan berfikir kreatif merupakan berfikir devergen thinking yang memiliki ciri fleksibelitas, originilitas, fluency (keluwesan, keaslian dan kuantitas out put).

Menurut hasil penelitian Torance (1959), Getzels dan Jackson (1962), dan Yamamato (1964) menyimpulkan hasil yang sama tentang hubungan kreativitas, bahwa kolompok siswa yang kreativitasnya tinggi tidak berbeda dengan siswa yang prestasinya tinggi (Utami Munandar, 1998:9).

B. Ciri-Ciri Orang Yang Kreatif
Menurut Campbell (1986:27-34) menyatakan ada beberapa ciri orang kreatif antara lain:
1. Kelincahan mental (berfikir dari segala arah).
2. Kemampuan untuk bermain dengan ide, gagasan konsep, langkah-langkah, lambang-lambang, kata, angka, yang lebih khususnya berhubungan dengan ide-ide, gagasan dan sebagainya.
3. Berfikir dari satu ide, gagasan menyebar kesegala arah, yakni berfikir mencari jawaban dengan mencari jawaban yang berbeda.
4. Fleksibilitas dan konseptual.
5. Kemampuan untuk secara spontan mengganti cara pandang, pendekatan kerja yang tak jalan.
6. Orientalis (berorientasi pada hal positif).
7. Kemampuan untuk mengeluarkan ide, gagasan, pemecahan, cara kerja, yang tidak lazim yang jarang, bahkan mengejutkan.
8. Lebih menyukai kompleksitas dari pada simplisitas.
9. Latar belakang yang merangsang.
10. Kecakapan dalam banyak hal.

Kreatif dapat dirancang untuk memecahkan masalah, ekspresi kreatif, empati, hubungan sosial baik di sekolah maupun lingkungan lain (Mulyasa, 2005:163). Jika demikian diharapkan pembelajaran agama khususnya Aqidah Akhlak dapat menarik dan menyenangkan, memunculkan minat pada setiap siswa sehingga muncul pentingnya belajar Aqidah Akhlak, pada gilirannya akan merubah sikap siswa.

Selain itu orang kreatif selalu ingin tahu, suka mencoba, senang bermain, intuitif. Kreatif tidak harus seorang seniman, ilmuwan, penemu. Semua orang mempunyai kemampuan untuk menjadi pemikir-pemikir yang kreatif dan pemecah masalah. Yang dibutuhkan adalah pikiran yang penuh rasa ingin tahu, kesanggupan untuk mengambil resiko, dan dorongan untuk membuat segalanya. Selain itu orang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua miliki dengan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan cara yang baru (Deporter & Hernacki, 2005:292).

C. Tahap-Tahap Kreativitas
Adapun tahap-tahap kreatifitas menurut Munandar (1998:34) adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
2. Meletakkan dasar, mempelajari latar, seluk beluk dan problematikanya
3. Konsentrasi
4. Inkubasi mengambil waktu, istirahat, waktu santai, melepaskan diri dari kesibukan
5. Iluminasi
6. Tahap mendapatkan ide gagasan, penyelesaian, cara kerja, jawaban baru
7. Verifikasi
8. Menghadapi memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan dengan perwujudan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja dan jawaban baru.

D. Prosedur Mengembangkan Kreatifitas
Para siswa dibimbing agar memiliki kemampuan kreatifitas, mampu berfikir kritis dan mampu memecahkan masalah. Oleh karena itu, melalui proses belajar mengajar diupayakan tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Guru perlu menyediakan kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya penambahan aspek keluwesan, keaslian, dan kuantitas kreatifitas yang dimiliki oleh para siswa.

Adapun prosedur mengembangkan kreatifitas menurut Hamalik (2002:180-182) sebagai berikut
1. Mengklasifikasikan jenis masalah yang akan disajikan kepada siswa.
2. Mengembangkan dan menggunakan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah.
3. Memberikan ganjaran/hadiah bagi yang berhasil dalam belajar kreatif.

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Pembelajaran Aktif
Aktif dalam pendidikan pada dasarnya mengajak siswa untuk belajar berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Silberman (2004) ada beberapa perlengkapan belajar aktif diantaranya:
1). Tata letak menyusun Kelas
Keadaan kelas (lingkungan belajar) sangat berpengaruh saat pembelajaran berlangsung. Dengan formasi bangku yang berbeda akan membawa semangat belajar aktif dan menjadikan pembelajaran yang menyenangkan.



2). Partisipasi
Kegiatan yang aktif tidak akan terjadi tanpa adanya partisipasi dari siswa. Beberapa cara dibawah ini akan menarik respon siswa dalam berbicara di kelas.
a. Diskusi terbuka
b. Bermain kartu
c. Jajak pendapat
d. Diskusi kelompok

e. Mitra belajar
f. Adanya penyemangat
g. Panel
h. Ruang terbuka
i. Permainan
j. Mendatangkan pemateri

3). Mendapatkan mitra belajar
Salah satu cara yang paling tepat untuk mengaktifkan adalah dengan menggunakan mitra belajar, yakni membagi kelas menjadi berpasang-pasangan dan membentuk kemitraan dalam belajar.

4). Pertanyaan untuk mengetahui harapan siswa
Lingkungan belajar aktif merupakan tampat dimana kebutuhan, harapan dan persoalan siswa mempengaruhi rencana pembelajaran guru. Pengajar dapat membuat variasi pertanyaan yang kita ajukan untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan siswa. Seperti “informasi apakah yang ingin kalian dapatkan pada mata pelajaran ini?”. Dengan pertanyaan ini siswa akan tertarik karena informasi tersebut mereka butuhkan.

5). Strategi membentuk kelompok belajar
Kelompok belajar merupakan bagian penting dari kegiatan belajar aktif. Sehingga mereka berhak memilih kelompok mereka, sesuai dengan yang diperintahkan (Silberman, 2004:30-49).
Belajar aktif memiliki banyak keuntungan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dengan sendirinya menggali dan mencari apa yang dibutuhkan, dengan belajar aktif guru berperan sebagai fasilitator dan pengontrol, dimana tercipta lingkungan yang mendukung. Adapun perbedaan belajar aktif dan pasif menurut DePorter dan Hernacki (2005:55) sebagai berikut:


Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Prinsip-Prinsip Pembelajaran Aktif
Untuk menjadikan aktif, maka pembelajaran harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis serta mengetahui prinsip-prinsinya, Nana Sudjana (1989:27-29) mengungkapkan prisip-prinsip belajar aktif antara lain:
1). Stimulus belajar
Yang dimaksud dengan stimulus belajar adalah segala hal di luar individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar (Soemanto, 1999:108). Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual, auditif, taktik dan lain-lain. Stimulus hendaknya disampaikan dengan upaya membantu agar siswa menerima pesan dengan mudah.

2). Perhatian dan motivasi
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu obyek (Suryabrata, 1993:14). Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai (Sardiman, 1996:101).

Perhatian dan motivasi akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, untuk memotivasi dan memberikan perhatian pada kegiatan belajar, pengajar dapat melakukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan pembelajaran yang menyenangkan. Motivasi belajar yang diberikan oleh guru tidak akan berarti tanpa adanya perhatian dan motivasi siswa.

Ada beberapa cara untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi, antara lain melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru melalui pertanyaan kepada siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan keinginan belajarnya, menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian siswa seperti gambar, foto, diagram dan lain-lain. Secara umum siswa akan terangsang untuk belajar apabila ia melihat bahwa situasi belajar mengajar cenderung memuaskan dirinya sesuai dengan kebutuhannya.

3). Respon yang dipelajari
Belajar adalah proses belajar yang aktif, sehingga apabila tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respon siswa terhadap stimulus guru, maka tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki.
Keterlibatan atau respon siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar seperti memecahkan masalah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, menilai kemampuan dirinya dalam menguasai informasi, melatih diri dalam menguasai informasi yang diberikan oleh guru dan lain-lain.

4). Penguatan
Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap bebutuhan siswa akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali. Sumber penguat belajar untuk pemuasan kebutuhan yang berasal dari luar adalah nilai, pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, pemberian hadiah dan lain-lain.

5). Asosiasi
Secara sederhana, berfikir asosiatif adalah berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuai dengan lainnya. Berfikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon (Syah, 1995:119). Asosiasi dapat dibentuk melalui pemberian bahan yang bermakna, berorientasi kepada pengetahuan yang telah dimiliki siswa, pemberian contoh yang jelas, pemberian latihan yang jelas, pemberian latihan yang teratur, pemecahan masalah yang serupa, dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Di sini siswa dihadapkan kepada situasi baru yang dapat menuntut pemecahan masalah melalui informasi yang telah dimilikinya (Sudjana, 1989:27-29).

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com

Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang


Definisi dan Indikator Pembelajaran Aktif
Aktif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti giat (bekerja, berusaha) dan “mengaktifkan” memiliki arti menjadi aktif, dan menggiatkan. Sedangkan aktif menurut Mulyasa, merupakan keikutsertaan berpola, giat, lincah (Mulyasa, 2005:43). Aktif digunakan dalam berbagai aspek, seperti pendidikan. Dikatakan pembelajaran aktif, jika memiliki beberapa indikator. Menurut Ahmad Tafsir ada indikator yang menandai siswa aktif dalam pembelajaran:
1). Segi Siswa
a. Keinginan, keberanian menampilkan bakat, dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
b. Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan, proses berkelanjutan dalam belajar.
c. Penampilan berbagai usaha belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar sampai mencapai hasil.
d. Kemandirian belajar.

2). Segi Guru
a. Usaha mendorong, membina gairah belajar dan berpartisipasi dalam proses pengajaran secara aktif.
b. Peran guru yang tidak mendominasi kegiatan belajar siswa.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan msing-masing.
d. Menggunakan metode mengajar dan pendekatan multimedia.

3). Segi Program
a. Tujuan pembelajaran sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuan siswa.
b. Program cukup jelas bagi siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar.

4). Segi Situasi
a. Hubungan erat antara siswa dan guru, siswa dengan siswa, guru dengan guru, serta dengan unsur pimpinan sekolah.
b. Siswa bergairah belajar.

5). Segi sarana pembelajaran
a. Sumber belajar yang memadai.
b. Fleksibilitas bagi kegiatan belajar.
c. Dukungan media pembelajaran.
d. Kegiatan belajar di dalam maupun di luar kelas (Tafsir, 1995:145).

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com, www.kmp-malang.com